22 October 2014

Penyerangan Heroik ke Gunung Qablaque Timor Timur - (Bagian 2 - Habis)

Malam merambat pelan, batu batu kembali dijatuhkan secara berirama diselingi oleh rentetan tembakan menyilang secara spekulasi dari atas, cuaca gelap diselimuti kabut tebal yang merayap pelan menciptakan udara yang dingin menggigit, pasukan terpekur kelelahan merenungkan apa yang akan terjadi esok hari. Dan diatara keremangan puncak gunung dalam siluet cahaya bulan nampak jelas musuh berjalan hilir mudik secara demonstrative untuk menurunkan moril lawan. Hanya saja pasukan justru menjadi terbiasa bunyi jatuhan batu yang berdentam dentam dan tembakan spekulatif musuh hanya menunjukan dimana posisi mereka dari cahaya yang ditimbulkan dari moncong senjatanya. Secara bergantian mereka berjaga dan tidur menyiapkan diri untuk gerakan esok hari.

Pagi hari pengarahan diberikan Dan Satgas Bumi di Titik Tinjau, pada saat kesempatan Tanya jawab Dan tim Kikis (Danki Yonif 301) mengajukan keberatan pada perintah Dan yonif 121 Satgas Bumi untuk ditempatkan digaris depan pertempuran dengan alasan telah banyak korban, sesungguhnya dalam militer penolakan seperti ini tidak diperkenankan, namun komandan bersikap bijak melihat beratnya pengalaman pertempuran yang mereka alami dan bisa saja menurunkan moril prajurit yang kurang terlatih mentalnya. 

Ilustrasi
 Sehingga komandan tersebut diberikan kesempatan untuk mendiskusikan kembali bersama anggotanya, namun dari hasil diskusi dilaporkan bahwa keputusan yang diambil tetap sama. Kondisi ini menyulitkan Dan yonif 121, tapi sebagai pimpinan harus bijak karena bagaimanapun keberhasilan serangan akan sangat ditentukan oleh kesiapan seluruh tim, jatuhnya moril sebagian pasukan bila dipaksakan akan mempengaruhi moril pasukan yang lain bahkan keselamatan dari pasukan itu sendiri, dan ini tidak boleh dibiarkan.

Kemudian Dan Yonof 121 MK. Memanggil tim Combat, Dan Tim Topan Lettu Inf Suharyono,

“ Har! Kamu menyerang paling depan menggantikan Tim Kikis, kamu serang semua kedudukan boks boks musuh melalui jalan yang telah saya tentukan, saya dan Tim Kotis bergerak dibelakangmu, Tim Kikis bergerak dibelakang Tim Kotis”, yang dijawab Lettu Suharsono “Siap Komandan”.

Sementara Tim Ular diperintahkan merebut Monte Caicassa. Setelah pengarahan semua Dan Tim diperintahkan kembali kedudukan pasukannya, mereka pergi dengan cara mengendap diantara pohon besar menghindari ruang terbuka berbatu.

Sementara sang komandan dengan tenang melangkah diantara rentetan peluru yang ditembakan terarah oleh musuh dari atas. Peluru caliber 7,9 mm dengan jelas menembus batang batang pohon kemudian keluar lagi dengan membawa serabut kayu, sementara tembakan kebawah memantul memercikan api beradu dengan bebatuan dengan kuasa Tuhan tak satupun yang menyentuh kulitnya. Tindakan demonstrative ini merupakan upaya untuk menaikan moral anak buah sekaligus merusak moril musuh walaupun sebenarnya dapat berakibat fatal dan kesalahan yang tidak perlu. Tapi kenyataan dimedan tempur dapat membuat segan lawan maupun kawan seperti halnya ulah Napoleon dalam pertempuran Waterloo yang terkenal.

Namun pertempuran berjalan tidak mudah, gerak maju pasukan dihambat oleh serangan bertubi tubi dari atas diselingi oleh jatuhan batu sebesar anak kerbau. Suara rentetan peluru beradu dengan guruh dan dentuman batu yang terhujam deras memantul mantul diatara tebing dan tonjolan batu karang, mengintai para prajurit lengah yang merayap diantara sisi sisi batu besar sambil menghindari ranjau bambo runcing yang siap menangkap tubuh tubuh yang gontai kelelahan.

Tapi mereka tetap maju merayap, melompat diantara batu, berlindung, membalas tembakan, ketika kelompok satu menembak kelompok lain melompat maju bahu membahu saling melindungi, pasukan yang dipimpin letnan suharsono, Joko Santoso , dan Sujarwo perlahan tapi pasti merayap dan melompat dari batu kebatu untuk merebut boks pertama.

Sementara Tim Siluman melaporkan 2 (dua) anggotanya gugur lagi tapi tetap bertahan pada medan yang dudukinya, untuk memberikan informasi kedudukan musuh dan mengarahkan pasukan dibawah menuju sasaran utama. Sementara Tim Siluman melaporkan 2 (dua) anggotanya gugur lagi tapi tetap bertahan pada medan yang dudukinya, untuk memberikan informasi kedudukan musuh dan mengarahkan pasukan dibawah menuju sasaran utama. Karena gerakan maju sangat lambat Satgas minta bantuan pada Kresna (Pangkoda Hankam Tim Tim) bantuan tembakan udara.

Dua pesawat (OV-10) menderu muncul dari sektor barat minta konfirmasi sasaran tidak seorangpun yang dapat menjawab, pesawat kembali berputar menunggu jawaban, masalah timbul karena ternyata tidak seorangpun mengerti bagaimana mengarahkan pesawat, sebab pada kursus dasar cabang kompi infanteri maupun pada kursus lanjutan perwira infanteri (Suslapa) belum diajarkan bagaimana memimpin dan mengendalikan bantuan tempur udara.

Disamping itu untuk menentukan arah angin dengan menggunakan koordinat 6,8 dan 10 angka dalam rangka bantem udara dibawah tembakan gencar musuh kenyataannya sangat sulit, selain akan memecahkan konsentrasi pengkomandoan dan pengendalian pasukan. Akhirnya pesawat diarahkan dengan tidak menggunakan arah angin dan koordinat peta, akan tetapi secara manual dengan menggunakan panel berbentuk tanda panah serta perkiraan jarak sasaran, sedangkan setiap perubahan ditunjukan dengan merubah rubah arah panel tersebut.

Informasi ini ternyata dapat dimengerti oleh pilot, ketika Dan Satgas mengarahkan;
“Kampret – Musang, enam ratus meter dari ujung panel langsung tembak”.

Pesawat menukik tajam dengan suara yang menggetarkan nyali langsung menembak sasaran dengan tepat kemudian naik melingkar menghindari tebing, meluncur meninggalkan medan kemudian berputar kembali untuk persiapan penembakan berikutnya.

Serangan ini memberikan momentum bagi pasukan dibawah komando Letda Inf Joko Santoso dari Tim Topan dan Letda Inf Sujarwo dari Tim Badai untuk bangkit dari perlindungan melompati batu batu sambil memberikan tembakan pada musuh yang konsentrasinya terpecah, serabutan mereka mundur meninggalkan boks pertahanan nya.

Sementara serangan Armed (Artileri Medan) tetap dilakukan untuk mempertahankan momentum yang sudah tercipta sekalipun dalam kondisi ini efektifitas nya kurang dapat diandalkan, hal itupun nampaknya dimengerti oleh musuh, bila mereka semakin merapat pada pasukan TNI, serangan Artileri tidak akan membahayakan mereka.

Sementara Pilot OV – 10 memanggil Dan Satgas;

“Musang – Kampret”,

“Masuk Kampret”.

“Munisi tinggal sedikit”,

“Baik, manfaatkan, gudang garamnya dilepas kesasaran”, Pilot menjawab;

“Musang – Kampret, kalau gudang garam saya lepas akan menggelinding ketempat anda”, “baik kalau gitu coba diketinggian belakang, akan saya lihat”.

Ternyata benar bom yang dijatuhkan pecahannya berjatuhan kebawah.
Kemudian Pilot memberikan informasi;

”Kampret – Musang, munisi sudah habis, musang mengendap dulu kami segera kembali”. Dijawab oleh Dan Satgas;

“Kami tidak akan mengendap, kalau mengendap kami akan habis”. Akan tetapi yang menjawab adalah Pangkodahan Tim Tim (Kresna) yang memonitor pertempuran;

“Musang – Kresna, silahkan kembali mengisi munisi, bantuan ditunggu”.

Sekali lagi pesawat menderu meninggalkan medan tempur dan kali ini tidak untuk berputar, yang dimanfaatkan oleh pihak musuh kembali melancarkan tembakan dengan membabi buta tidak terarah sehingga tidak terlalu menyulitkan Tim Topan/Badai untuk merebut boks boks pertahanan mereka.
Mendekati ujung teping lereng Daurema, Tim Topan disebelah kiri terhambat serangan gencar musuh, sedangkan tim Badai yang berada dikanan memiliki medan yang lebih baik terus maju, tiba tiba diberondong tembakan dari tiga arah depan sekaligus, kanan, kiri dan depan lurus. Mendapat tembakan gencar seperti ini membuat pasukan sulit untuki berlindung, korban berjatuhan dan gerakan terhambat. Melihat kondisi ini Tim Combat dibawah pimpinan Letda Suharsono merapat kedepan memberikan bantuan dengan meminta Tim Topan bergeser kekanan, kemudian maju mererobos hujan peluru yang ditembakan musuh, aksi ini menyebabkan seorang Hansip tertembak, akan tetapi berhasil melancarkan serangan yang dibangun Letda Joko, sementara tim Topan kembali dapat bergerak dan menguasai Boks musuh.

Setelah Boks dikuasai tim Guntur bergabung dengan tim Topan untuk serangan kesasaran utama dan mendapat perlawanan sengit, Dan Satgas Bumi memerintahkan Dan Tim kalong (Letda Sutan Lubis) membantu tapi tidak bisa karena pesuruh Dan Tim gugur, Dan Tim tidak tega meninggalkan.

“Kalong – Musang yang harum supaya ditinggalkan nanti saya ambil, bantu pasukan depan segera”.

Kenyataan sulit bahkan Tim Kalong minta bantuan Badai.

“Badai – Kalong anggotaku yang harum supaya diambil”, yang dijawab oleh Badai;

“Kalong – Badai , tenang saja tinggalkan yang harum, bantu pasukan didepan anggotaku sudah 5 (lima) yang kena!”.

“Badai – Kalong baik kami maju”, tapi ketika kalong maju keadaan telah dikuasai Topan dan Badai. Karena mendapat bantuan dua OV-10 (Kampret) dari Bacau.

Perlu mendapat apresiasi dari performa yang ditunjukan dua pesawat bantem OV – 10, karena kejelian dan keakuratan nya dalam menghancurkan sasaran berperan besar dalam perebutan boks boks pertahanan musuh. Fretilin mundur berloncatan dari Boks yang satu ke Boks yang lain. Pada Boks yang ditinggalkan ditemukan munisi dan Fretilin yang gugur/luka. Gn.Daurema direbut pada hari ke 2 (dua) hari telah senja. TAMAT


Sumber :
 - Kisah Nyata ( Iwan Goenawan ) Satgas Operasi Seroja 1975-1979
- http://www.kaskus.co.id/show_post/5100194a8227cf1608000002/636/penyerangan-heroik-ke-gunung-qablaque


Demikianlah 2014 Mudah - mudah bermanfaat buat sahabat sekalian.

Jika Anda menyukai Artikel di Website ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Inspirasi Tanpa Henti

Penyerangan Heroik ke Gunung Qablaque Timor Timur - (Bagian 1)

Gunung Qablaque merupakan medan yang dimitoskan sebagai medan terberat yang selalu dijauhi oleh para pilot Helikopter dan dijaga oleh setidaknya satu batalyon dengan senjata SMR serta dihuni oleh kurang lebih 7000 rakyat. Tapi sebagian Rakyat telah bosan berada dibawah penjajahan Portugis tanpa ada perubahan kesejahteraan yang berarti, bahkan sebagian besar rakyatnya nyaris hidup dibawah garis kemiskinan. Oleh karenanya keberadaan pasukan mendapat dukungan dari sebagian masyarakat yang pro yang telah jenuh terus menerus berperang. Dan salah satu keberhasilan penyerangan ini adalah berkat adanya dukungan itu.

Berdasarkan analisa strategic dan masukan yang diberikan para ketua adat dan pemuka masyarakat Timtim (Liurai dan Katuas) yang Pro Republik bahwa Gn.Qablaque hanya dapat dikuasai bila puncak tertinggi (Gn.Barelaca) dan Gn. Daurema dikuasai, karena terdapat suatu titik strategic diwilayah itu yang dapat mengarahkan/mengendalikan jalannya pertempuran. Untuk itu perlu dibentuk Tim siluman yang bertugas menguasai daerah tersebut secara senyap. Artinya suatu pasukan yang mampu menyelinap ke suatu wilayah secara diam diam untuk kemudian memberikan informasi dan mengarahkan pasukan pada sasaran /target serangan. Dan pasukan itu harus dibentuk dari orang Timtim sendiri.

Ilustrasi
Gn. Qablaque ini sangat sulit ditembus tanpa bantuan orang pribumi karena merekalah yang paling mengetahui medan Qablaque. Mereka dibentuk dari Hansip, Liurai dan Katuas yang terpilih. Pembentukan pasukan semacam ini semula diduga akan sangat sulit karena mereka mengemban tugas yang berat dengan kemungkinan risiko mati dalam pertempuran besar sekali. Akan tetapi respon yang diperoleh luar biasa dua Pleton Hansip datang dari Ainaro mereka dengan suka rela mengajukan diri untuk bergabung dalam tim bahkan Danki Hansip Batista De Deus yang menyatakan sakit ketika tau bawa serangan itu akan dipimpin langsung oleh Danyonif 121 Macan Kumbang malamnya menghadap komandan agar diijinkan memimpin Tim Siluman.

Dalam rangka pengintaian Dan Yonif 121 Macan Kumbang berserta angg Kotis dikawal Tim Combat berangkat ke Moncong Babi. Ditengah jalan antara Nanumuque dan Aituto (rumah putih) pasukan diserang , tembak menembak terjadi di kebun kopi musuh mundur menyusun pertahanan keseberang jauh sungai Belulic. Pasukan tidak berusaha mengejar tapi melanjutkan gerakan menuju Moncong Babi, disana telah menunggu Capa Naingolan dari Aituto dan Capa Siregar dari Maubise untuk pengamanan sekaligus Tim Log.

Serangan akan dilakukan dari dua arah yaitu Caicassa oleh Tim Ular, dan Gn. Daurema sebagai serangan pokok dipimpin Dan Satgas Bumi, serangan akan didahului dengan penyusupan oleh Tim Siluman yang berangkat H – 1 Dipimpin oleh Danki Hansip Batista De Deus. Tim siluman berangkat pukul 05.00 akan tetapi baru pukul 05.30 sang komandan Tim sudah melapor.

“Musam , Batista, saya laporkan bahwa anggota tim telah mate dua dan satu luka berat. Saya minta Musam berserta pasukan segera membantu, kalau tidak kami mate semua!” dijawab Dan Satgas,

“Ok! Saya segera datang membantu”. Yang dimaksud dengan Musam adalah Musang nama sandi pasukan yang dipimpin Dan Yonif 121. 

Dan RTP 8/SWJ segera melakukan pengecekan terakhir, Dan Satgas Bumi memberikan perintah operasi secara lengkap kepada pada komandan Timpur, Banpur dan Bantem yang dilanjutkan dengan pertanyaan dari pada komandan untuk kejelasan. Pasukan segera bergerak menuju sasarandidahului oleh tim Ular, dilanjutkan tim Topan, Kotis dan Kikis berada disebelah kanan. Tetapi setelah istirahat formasi dirubah, tim Ular bergerak di kiri dan lainnya di sebelah kanan. Sesampainya di lereng Tim yang berada ditengah mendapat serangan diri Musuh, serangan gencar diarahkan pada pasukan dari persembunyaian yang menyatu dengan pemukiman tapi dibalas oleh pasukan dan berusaha terus maju.

Pemukiman penduduk yang berada disekitar itu sebenarnya merupakan depot logistic musuh mereka menyimpan makanan dan munisi sekaligus sebagai gugus pertahanan awal mereka. Hal ini memaksa pasukan untuk tidak mengambil risiko membiarkan system logistic serta persembunyian mereka mengancam keselamatan pasukan saat ini maupun nanti nya dengan membakar gubuk gubuk tersebut, dan terbukti setiap gubuk yang dibakar mengeluarkan ledakan dari munisi yang tersimpan, dan kelak setelah pertemppuaran berakhir akan terlihat bahwa setiap gubuk tersebut ternyata dilengkapi dengan “Ruba-ruba” yaitu perlindungan dari serangan udara dan meriam.

Pasukan berhasil maju melampai dua bukit, pada bukit ketiga menuju kaki Gn. Qablaque, ajudan Dan Satgas sudah tidak dapat berjalan karena mengalami kram, kedua kakinya diikat oleh saputangan dan tali pada ketinggian 1873 m dari permukaan laut udara sudah sangat dingin. Dalam keadaan seperti itu Gino sang ajudan terpaksa ditinggalkan karena pasukan harus tetap maju, sampai pada pertahanan terahir musuh yang dibakar pasukan kembali melingkar untuk menjemput sang ajudan yang sedang termangu dibalik batu besar, membayangkan bila musuh tiba tiba datang dan menyergapnya seorang diri. Hatinya tiba tiba kecut, bukan pertempuran yang dia takuti akan tetapi kematian sia sia tanpa perlawanan yang disesali. Tapi hatinya bertekad kalau aku harus mati, maka sebanyak peluru yang ada pada magasin senjatanya itulah jumlah korban dipihak musuh. Ia tetap waspada sampai suara lemah bunyi kerikil terinjak dibelakangnya.
Ia berteriak gembira;

” Oh, Komandan!” Dengan tersenyum sang komandan menenangkan

“No, masa saya sampai hati meninggalkan kamu, nanti istri dan anak anak mu akan menuntut saya bila kamu hilang”.

Kemudian bersama sang ajudan yang tertatih tatih pasukan melanjutkan gerakan menyeberangi sungai Belulic karena tim Topan telah berhasil menguasi tepi jauh. Dan dari tempatnyang agak tinggi Sang Komandan memanggil Dan Tim Siluman sambil memberitanda dengan melambaikan peta.

“Batista-Musang, apakah Batista sudah melihat Musang”

“Musam-Batista, saya sudah melihat musam dan kawan kawan, obrigado barak” (terimakasih banyak).

Akan tetapi lambaian Komandan tidak saja dapat dilihat oleh Tim Siluman juga oleh musuh, keruan rentetan peluru menghambur kearah kedudukan pasukan, lalu Komandan memerintahkan pada tim siluman agar segera mengevakuasi yang gugur dan terluka kebawah setelah boks pertahanan musuh didepan dikuasai. Boks pertahanan terakhir berhasil dikuasai pasukan tetepi dengan pengorbanan kedua kaki seorang Danru dari Tim Topan tertembak. Pasukan berhasil mencapai lereng Gn.Daurema, anehnya tak seorangpun musuh yang sebelumnya begitu gencar menyerang menampakan batang didungnya, tidak ada suara mereka apa lagi bunyi tembakan, keadaan sunyi tapi mencekam tapi pasukan tetap siaga. 

Kawasan ini merupakan daerah berbatu dan banyak ditumbuhi pohon berukuran sebesar tubuh manusia yang dikelilingi oleh tumbuhan perdu. Tebingnya berdinding curam dan memiliki celah celah yang dapat dilalui manusia ketika keadaan normal. Celah inilah satu satu nya jalan masuk kepuncak yang teraman dibandingkan memanjat dinding curam yang terbuka, yang dengan sangat cerdik digunakan sebagai boks pertahanan musuh, sementara setiap celah batu ditanami ranjau bamboo bahkan ditanah sebelum mencapai dinding tebing.

Tiba tiba terdengar suara gemuruh, bumi bergetar seakan gunung akan meledak, suara itu bergerak sangat cepat dan itu datangnya dari arah ketinggian. Pasukan serentak berlindung dengan merapat kedinding dan sebagian menjauh berlindung dibalik pohon pohon. Dalam hitungan detik batu batu besar dan kecil berlomba meluncur deras, memantul mantul, menabrak, menggilas apa saja yang dilalui nya diiringi guruh pecahkan telinga, seakan hantu pencabut nyawa penunggu gunung Deurema datang menyapa dengan peringatan. Karena bagaimanapun bila batu itu dijatuhkan ketika pasukan telah berada dipertengahan tebing akan jauh lebih sulit untuk dihindari. Ketika badai batuan berhenti sementara, pasukan yang cerai berai berupaya mencari perlindungan yang lebih baik dan melakukan konsolidasi.

Komandan memutuskan untuk menunda serangan menghindari jatuh koorban yang besar bila dipaksakan sambil melaporkan ke Macan (RTB 8/SWJ). Hari telah menjelang malam Para komandan Tim dipanggil untuk diberikan perintah, pasukan secara otomatis bergantian untuk makan malam, yang tepat adalah makan siang yang dilaksanakan malam hari, sementara jenasah dan yang terluka dievakuasi ke Aituto. Sambil menyusun pertahanan sementara dan menyiapkan kubu kubu untuk yang terluka atau gugur agar memudahkan tim evakuasi yang akan membawa mereka turun ke Aituto dan Maubise yang kemudian akan dibawa ke Dili dengan pesawat Heli. Bersambung...


Demikianlah 2014 Mudah - mudah bermanfaat buat sahabat sekalian.

Jika Anda menyukai Artikel di Website ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Inspirasi Tanpa Henti

20 October 2014

Sitemap



Demikianlah 2014 Mudah - mudah bermanfaat buat sahabat sekalian.

Jika Anda menyukai Artikel di Website ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Inspirasi Tanpa Henti

Kisah Sejati Pasukan Paskhas TNI AU - Nanoek Soeratno (Bagian 7 - Habis)

KENANGAN SUSLAPA
Sudah menjadi resiko pilihan hidup sebagai seorang tentara untuk selalu dihadapkan kepada tugas yang tiada henti. Karena tak lama setelah kembali dari Timtim, Nanok harus mengikuti kejuaraan terjun payung nasional yang diadakan di Bogor. Selesai mengikuti Kejurnas Terjun Payung di Bogor, Nanok kembali ke kesatuannya di Bandung. Beberapa hari kemudian Nanok menerima Surat Perintah untuk mengikuti Kursus Lanjutan Perwira (Suslapa) Infanteri di Pusat Pendidikan Infanteri Angkatan Darat di Cipatat. Kursus ini diperuntukkan bagi perwira TNI-AD (khususnya) yang akan mendapatkan promosi dari Golongan 7 (Kapten) ke Golongan 6 (Mayor). Kursus ini merupakan jenjang kursus tertinggi dimasing-masing kecabangan, misalnya Suslapa Infanteri adalah kursus tertinggi di kecabangan Infanteri. Perwira yang menjadi siswa dalam pendidikan ini disebut Pasis (Perwira Siswa).

Juni 1976, Nanok memasuki gerbang Pusdikif Cipatat, Bandung guna mengikuti pendidikan reguler selama 6 bulan. Salah satu persyaratan mengikuti Suslapa Infanteri adalah, sudah berpangkat Kapten atau Mayor dengan masa dinas minimal 9 tahun. Saat itu Nanok sudah berpangkat Kapten dana memegang jabatan komandan kompi.


Dis Suslapa, Nanok kembali bertemu dengan beberapa perwira AD yang sebelumnya sama-sama bertugas di Timtim, seperti Kapten Inf.Shamsul dan Kapten Inf.Sunarto dari Kopassandha. Saat itu Kopasgat mengirimkan tujuh perwiranya guna mengikuti Suslapa Infanteri dengan komposisi campuran dari alum ni AAU 68, 69, dan 70. Salah satu teman dekat Nanok saat mengikuti Suslapa ini adalah Kapten Inf.Agum Gumelar, seorang perwira baret merah alumni Akmil 68. Meski Nanok tergolong yunior dan berasal dari matra yang berbeda, namun keakraban dengan cepat terjalin diantara mereka berdua. Keduanya seperti dua sisi mata uang. Dalam bahasa Pak Agum, mungkin karena sama-sama orang lapangan sehingga karakter kami serupa. "Orang lapangan itu biasanya sejenis, setipe sehingga sama-sama paham karakter masing-masing." ujar Jenderal (Purn) Agum Gumelar.

Sebagai sesama prajurit komando, keduanya juga mempunyai sikap serupa dalam hal kepemimpinan. Hal ini terlihat jelas dari sikap keduanya yang lebih menonjol dan cenderung memimpin dalam tugasan yang diberikan. Hanya saja karena sifat iseng mereka berdua yang juga lumayan tinggi, kelebihan itu kadang dimanfaatkan mereka untuk kepentingan pribadi. Ambil contoh jika ada tugasan kelompok, mereka berdua selalu tampil diawal dengan memberikan arahan kepada rekannya tentang apa yang harus dikerjakan, setelah itu, ngabur cari hiburan, biasanya main billiard.

Hobi main billiard ini bukan hanya sekali dua mereka lakoni. Sehabis apel malam, dengan menumpang mobil, mereka acapkali keluar menuju kota Bandung untuk bermain billiard. Karena keasyikan, tak jarang mereka pulang hingga larut malam. Padahal aturan mess sangat keras dan menggaris bawahi bahwa Pasis dilarang pulang larut malam.

Bukan Agum dan Nanok namanya jika tidak bisa mengakali penjaga mess. Setiap kembali larut malam, mereka tidak pernah lupa membawakan oleh-oleh untuk penjaga gerbang semisal rokok atau makanan kecil. Selalu begitu dan terjadi beberapa kali. Sampai suatu hari, salah seorang penjaga keceplosan bercerita dengan polosnya kepada Komandan Pusdikif Kolonel Inf.Edi Sudrajat. Katanya, Pasis sekarang baik-baik seperti Pak Agum dan Pak Nanok, yang kalau pulang malam selalu membawakan makanan untuknya. Penjaga tersebut hanya bercerita tanpa maksud menjelek-jelekan keduanya, namun tanpa ia sadari kepolosannya justru menjadi semacam laporan kepada pimpinan tentang sikap dan disiplin Pasis. Sebagai akibatnya, Agum dan Nanok kemudian dipanggil dan mendpaat teguran.

"Kalian berdua suka pulang terlambat ya?" tegur Pak Edi. Pak Edi kemudian membeberkan fakta yang diterimanya termasuk "sogokan" kepada petugas jaga gerbang. Tnapa bisa beralibi lagi, mereka berdua hanya bisa berkata siap!..siap!. Mereka pun mengakui kesalahannya dan mendapatkan hukuman. Sebagai sanksi, tidak boleh pesiar selama sebulan penuh. Dengan kata lain, selama sebulan tidak boleh meninggalkan mess.

Rupanya hukuman sebulan itu tidak membuat mereka jera. Keusilan rupanya sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Sebulan "dipenjara" tidak boleh keluar mess, tentu membuat mereka suntuk juga. Entah kebetulan atau tidak, Agum mendapat pinjaman proyektor beserta beberapa kaset video dari temannya di Bandung. Tidak hanya dipinjami film perang, terselip juga beberapa film abu-abu. Mereka menonton ramai-ramai, yang menurut Agum, digilir dari satu peleton ke peleton lainnya. Termasuk petugas pelayan asrama Mang Sata dan kawan-kawannya, juga diajak nonton. Mungkin dia pikir daripada bengong tidak ada kerjaan, mending nonton bareng. Wah, seru juga nonton film perang diselingi film gituan yang bisa membangkitkan birahi.

Tanpa mereka ketahui, Komandan Pusdikif Pak Edi (Komandan ke-21 1974-1980), tahu-tahu mendatangi mess dan mencari Mang Sata. Pak Edi bolak balik mencari Mang Sata namun tidak ketemu, yang mestinya sebagai pelayan asrama dihari libur begini ada ditempat. Kesal tidak berhasil menemukan Mang Sata, Pak Edi pun pergi meninggalkan mess.

Besoknya, Mang Sata di panggil oleh Pak Edi. Dengan perasaan tak menentu Mang Sata menemui sang komandan dan mendapatkan teguran akibat ketidak disiplinnya.
"Kamu semalam kemana dicari-cari kok ndak ada?" tegur Pak Edi.
"Anu Pak...lagi nonton film pak" jawab Mang Sata.
"Dimana? yang bawa film siapa?"
Mang Sata pun mengakui bahwa ketika dicari ia sedang menonton film abu-abu.
"Pak Agum, Pak!" jawab Mang Sata sambil ketakutan.

Tidak lama, Agum kemudian dipanggil menghadap. Perasaan Agum sudah tidak menentu menerima panggilan sang komandan, "mati aku" gumannya dalam hati. Agum pun masuk dan dipersilahkan duduk.

"Gum, aku dengan kamu bawa film blue ya?!" sergah Pak Edi.

Kaget sekali Agum dicocor begitu. Dalam hatinya sudah pasrah, habis sudah karirnya pikirnya dalam hati.
"Siap..benar komandan!" jawab Agum pasrah.
"Dimana itu sekarang?" tanya Pak Edi lagi.
"Siap. ada dikamar"

Pak Edi diam, yang bagi Agum bagaikan kesunyian yang mencekam.
"Gum, boleh aku pinjam nggak?" sambung Pak Edi

Alhamdulilah....setengah berteriak dalam hatinya, ucapan Pak Edi bagaikan seteguk air dingin membasahi tenggorokan Agum yang tadi kering mendadak. Akhirnya Agum dan Nanok selamat dari kemungkinan hukuman yang akan mereka terima.


KEMBALI KE BAUCAU
Sebenarnya usai mengikuti Suslapa, hampir saja Nanok kembali akan mengikuti sekolah lagi jika tidak dilarang oleh komandannya. Ketika itu ia diproyeksikan mengikuti sekolah intelijen. Namun usulan itu ditepis oleh Kepala Staf Kopasgat Kolonel Psk. HJ.Sukarseno dengan alasan, kapan Nanok akan dirumah jika diperintahkan keluar terus? Perintah itu ternyata bermakna luas. Rupanya Nanok sudah diproyeksikan untuk kembali lagi ke Timtim.

Sebagai komandan Kompi 1 Batalion 2 Resimen 1 Kopasgat Bandung, Kapten Psk.Nanok sudah mempersiapkan diri tidak lama setelah tahu ia akan dikirm ke Baucau. Pasukan yang akan diberangkatkan berkekuatan 1 Batalion gabungan dengan komandan Mayor Psk. Supawan dari Batalion 1. Batalion ini merupakan gabungan kompi yang ada di Jakarta dan Bandung dengan masing-maisng satu kompi tempur dan satu kompi markas dari Jakarta. Mungkin untuk alasan efektivitas mobilitas pasukan, setiap personel hanya membawa senjata perorangan AK-47 dengan magazine terisi penuh serta ransel perorangan. Untuk perwira ditambah piston FN-45.

Pada tahun 1983, Kompi dari Jakarta ini kembali diberangkatkan ke Buacau secara mendadak karena ada laporan hilangnya perwira Kopasus di wilayah Baucau. Dalam kenangan Kapten Psk.(Purn) Ary Susanto, pemberangkatan itu sangat mendadak tanpa mereka sempat mempersiapkan diri dan perbekalan serta menyampaikan kepada keluarga. Pagi itu, kenang Ary, kompinya melaksanakan lari pagi usai melaksanakan apel. Baru sampai di area Terminal Haji, mereka dihampiri oleh petugas piket yang datang tergesa-gesa. "Ayo, balikkk..balikkk...diperintahkan kumpul dilapangan apel!" Kompi ini pun langsung balik kanan berlarian ke markas.

Dimarkas sudah menunggu komandan kompi Kapten Psk.Daromi. "Ambil ransel masing-masing..tidak boleh ada yang pulang!" Perintah itu begitu tegas dan diterima dengan mimik muka bertanya-tanya. Ada apa gerangan? Mau kemana mereka? Apa yang terjadi?
" Dan..ransel saya dirumah!" ujar Koptu Aten menyela.
"Sudah..pakai ransel saya saja..nggak usah pulang!" suara Kapten Daromi lebih keras menandakan situasinya memang benar-benar emerjensi.

Maka jadilah Koptu Aten membawa ransel milik komandannya lengkap dengan isinya, plus sebuah jaket dengan pangkat Kapten nempel dipundaknya. Kompi ini kemudian diperintahkan mempersiapkan diri di Batalion menunggu arahan selanjutnya.

Mereka boarding dengan pikiran dipenuhi seribu pertanyaan. Dipesawat mereka hanya diberitahu bahwa akan mengikuti penerbangan selama lima jam tapi tidak disebutkan tujuan dan misinya. Tahu-tahu pesawat sudah mendarat dan baru mereka sadar sudah di Baucau.

Kenapa di Baucau? Masih belum ada penjelasan, mereka kemudian disuguhi sarapan pagi karena memang sejak keberangkatan belum sempat sarapan. Barulah setelah itu ada pemberitahuan, bahwa mereka akan disiagakan dalam misi pencarian Kapten Inf. Prabowo Subianto yang diinfokan hilang. Sampai saat itupun mereka tidak tahu dengan pasti. Siapa itu Prabowo? Kenapa harus diselamatkan dengan begitu tergesa-gesa? Sebelum akhirnya ada penjelasan lebih lanjut tentang identitas Kapten tersebut. Dari pemberangkatan yang begitu terburu-buru dan persiapan seadanya, kompi ini baru dipulangkan tiga bulan kemudian.

Nanok sendiri dalam susunan Batalion dipercaya sebagai Kasi-2 yang membidangi masalah operasi. Karena pasukan yang diberangkatkan lumayan besar, tiga orang perwira yaitu Nanok, Kasi-4/Logistik Lettu Psk. Made Sudana, dan Wakil Komandan Kapten Psk.Adi Mardiadi dikirim lebih dulu ke Baucau sebagai tim advance dengan menumpang Hercules. Bersama mereka juga diberangkatkan delapan personel spesialist dengan posisi sebagai gunner di pesawat. Diantaranya, Serda Maryono, Serda Yanuar, Koptu Suparminto, dan Koptu Imam Suprayitno. Tim advance bertugas menyiapkan segala sesuatuanya untuk merelokasi batalion di lokasi penugasan. Sementara Komandan Batalion Mayor Psk.Supawan, Kasi-1/Intel Kapten Psk.Rudol Malo, Kasi-3/Personel Kapten Psk.Suwandi, dan seluruh komponen batalion diberangkatkan menggunakan kapal laut mili Pelni, KM Sunan Gunung Jati.

Layaknya sebuah Batalion, kelengkapan dibawa sangat banyak termasuk jip dan truk, senjata berat, senapan mesin, dan kawanan anjing pelacak. Tugas Batalion disana selain mengamankan alutsista TNI-AU di Baucau, juga ikut dalam operasi teritorial bersama Resimen Pertempuran 18 (RTP-18) Kostrad di Baucau. Untuk itu, satu kompi di-BKO kan dengan tugas merebut Gunung Matabian Mane yang disana juga sudah ada Yonif Linud 320, Yonif 312, dan Yonif Linud 700/Raiders.
Last edited by: gramedkaskus 26-02-2014 16:37

BERATNYA BERTAHAN
Untuk pengamana Lanud dari ancaman terhadap keselamatan penerbangan, batalion mendapat perkuatan satu peleton BP Yonkav TNI-AD menggunakan Ranpur Intai Ferret Mk2 Scout Car, FV601 Saladin yang dilengkapi kanon 76mm dan FV603 Saracen untuk mobilitas personel. Selain itu juga diserahterimakan pengoperasian kanon anti serangan udara Triple Gun 20mm buatan Hispano Suiza Swiss, senapan mesin DSHK-38 12.7mm dan beberapa senjata bantuan lainnya. Sebagai Kasi-2 Batalion, Nanok mendapatkan callsign Wisanggeni.

Pada tahun 1978, ABRI bisa dikatakan sudah menguasai seluruh wilayah Timtim. Namun karena para pejuang Fretilin meninggalkan kubunya dan lari ke hutan dan gunung, operasi yang dilaksanakan ABRI lebih banyak tertumpu kepada operasi pengejaran dan anti-gerilya. Untuk itulah, ABRI membutuhkan dukungan pasukan yang sangat banyak, dan menjadi tanggungjawab Kopasgat lah untuk bisa mengamankan Lanud Baucau dari sevarang ancaman keselamatan penerbangan.

Pengamanan dilakukan 24 jam tanpa henti.Patroli terus digelar dari waktu ke waktu untuk menyisir wilayah-wilayah disekitar Lanud. Jangan sampai kelengahan personel potensi ancaman berkembang menjadi nyata. Kondisi seperti ini sangat menegangkan dan selalu menghadirkan rasa khawatir. Musuh bisa datang dari arah mana saja tidak terduga, sementara karena dalam posisi bertahan, musuh mungkin saja bisa "membaca" gerakan pasukan Kopasgat. Kondisinya sangat berbeda dalam kontak senjata secara frontal dimana posisi musuh bisa diketahui.

PEREBUTAN MATABEAN DITEGUR OLEH WIRANTO

Salah satu operasi terberat yang digelar ABRI selama di Timtim adalah ketika operasi di wilayah sekitar Baucau pada akhir 1978 yaitu perebutan Gunung Matabian Mane yang memiliki elevasi 1.849 meter dari permukaan laut. Matebian adalah gugus pegunungan yang berdiri kokoh diselatan Buacau. Matebian memiliki dua puncak yaitu Matebian Mane dan Matebian Feto. Untuk merebut pegunungan ini yang berkarakter lembah-lembah terjal dan masih perawan, RTP-18 pimpinan Kolonel Inf. Sembiring Meilala yanga kala itu membawahi 13 batalion, mengirimkan seluruh kekuatannya.

Sadar medan yang akan dihadapi sangat berat, markas RTP-18 menyiapkan rencana operasi dengan seksama. Sebelu operasi pengepungan atas kedudukan Fretilin di Matabian dilaksanakan dengan menjadi titik balik bagi ABRI, kondisi pauskan terkonsentrasi di sektor barat. Pada paruh pertama 1978, pasukan tersebar dengan jumlah yang sama kuatnya baik disektor barat dan pusat : sementara pengerahan pasukan ditimur jauh lebih rendah. Pada oertengahan 1978, perimbangan kekuatan akhirnya bergeser ke timur, dan 13 batalion tempur ditugaskan di timur dibawah komando RTP 18. 

Pengerahan ini dilanjutkan untuk melanjutkan proses pengepungan dan memuncak pada penyerangan terhadap Gn. Matabian. Operasi ini termasuk rumit karena melibatkan unsur tempur gabungan dari Batalion Kostrad, Batalion Infanteri Teritorial, Batalion Bantuan Tempur, Marinir, dan Kopasgat. Meski Matabian berhasil direbut pada akhir November 1978, kerugian yang diderita pasukan ABRI cukup banyak, baik personil, moral, maupun materil. TAMAT

Tentang  Marsekal Pertama TNI (Purn.) Nanok Suratno


Marsekal Pertama TNI (Purn.) Nanok Suratno (lahir di Ngawi, 26 November 1946; umur 67 tahun) merupakan Perwira Tinggi Korps Paskhas, Marsma TNI (Purn) Nanok Suratno menjabat Komandan Paskhas ke-19 sejak tahun 1998 hingga 2001. adalah alumni AAU-69 dan diwisuda pada Desember 1969 oleh Presiden Suharto. Nanok meniti karier di TNI AU sebagai perwira Kopasgat sejak tahun 1970, dengan mengalami dua kali penugasan tempur ke Timtim pada tahun 1975 dan 1978.[1] Nanok dikenal luas sejak berjibaku dengan anak buahnya membesarkan terjun bebas (Free Fall) Kopasgat sejak tahun 1980.[2] Nanok menikah dengan Kapten (K) Wirtaluki (Kowad) dan dikaruniai satu putra, Nafri Soeratno dan dua putri Wirna Soeratno dan Utami Dewi Soeratno.

Referensi :
- Benny Andrian / agan Gramedkaskus
- http://www.kaskus.co.id/show_post/543c8a27de2cf233328b4567/1763/-
- http://id.wikipedia.org/wiki/Nanok_Suratno


Demikianlah 2014 Mudah - mudah bermanfaat buat sahabat sekalian.

Jika Anda menyukai Artikel di Website ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Inspirasi Tanpa Henti

Kisah Sejati Pasukan Paskhas TNI AU - Nanoek Soeratno (Bagian 6)

6 BULAN AMANKAN LANUD DILLI
Dalam ilmu perang modern, lapangan terbang dikenal sebagai pusat gravitasi yang sangat penting. Itulah sebabnya dalam peperangan modern, lapangan terbang selalu menjadi targat sasaran utama untuk dihancurkan maupun dikuasai.

Karena itu tanggal 7 Desember, diberangkatkan dari Kupang dua C-47 Dakota yang sudah dimodifikasi menjadi gunship untuk membawa dua tim Dallan dan Dalpur. Pesawat pertama dengan registrasi T-485 dipiloti Kapten Pnb.Abdul Muluk dengan co-pilot Lettu Pnb.Sjahrul Bimbi. Pesawat kedua dengan registrasi T-485 diterbangkan oleh Kapten Pnb.Djakarsih.

T-485 mendarat lebih dulu. Pasukan segera keluar dari pesawat dengan cara mobud dan lari kearah tower diikuti Kolonel Psk.Sukarseno. Dalam operasi mobud, personil diperintahkan loncat dari pesawat saat masih bergerak, "Saya akan ikut kalian!" Sukarseno berkata kepada anak buahnya.


Sukarseno mengikuti anak buahnya mencapai tower dan menunggu disana. Tiba-tiba entah dari arah mana, Dakota dihujani mortir. Tanpa pikir panjang, Kapten Pnb.Djarkasih langsung menarik thorottle dan membesut pesawat segera lepas landas. Djarkasih tidak lupa menginformasikan kepada pesawat kedua agar pendaratan dibatalkan karena situasi yang tidak memungkinkan. Karena T-486 terbang terburu-buru, akibatnya Kolonel Sukarseno tertinggal di Dilli. Beruntung dia masih bisa kembali ke Kupang dengan menumpang sebuah pesawat ringan.

Sebagai pasukan elit dengan spelisasi mengoperasikan pangkalan udara, Dallan langsung melaksanakan tugasnya. Berbagai upaya dilakukan untuk segera mengaktifkan pangkalan. Mereka berusaha mencari alat-alat komunikasi seperti radio marconi di kampung Arab yang tidak jauh dari pangkalan. Anggota Dalpur dan Dallan juga menyiapkan perangkat lunak. Sore itu juga sekitar pukul 17.00 WITA dilakukan serah terima pengamanan Lanud Dilli dari Tim Parako Kopassandha, dalam hal ini Lettu Inf.Sunarko kepada Tim Dallan dan Dalpur. Penyerahan diterima oleh Lettu Lek.Abdul Karim Yusuf di base-ops.

Dua bukit yang berada di sisi pangkalan, jika diduduki Fretilin bisa menjadi ancaman yang membahayakan operasi penerbangan. Bukit pertama disisi kiri diberi kode Cot 81 dan yang kanan Cot 737. Jika melihat persenjataan yang ada di Kopasgat saat itu, posisi mereka agak lemah. Dengan hanya bermodalkan AK-47 yang sangat bagus untuk pertempuran jarak dekat, Fretilin bisa dengan sangat leluasa melakukan tembakan dari jarak jauh tanpa bisa dibalas. Oleh karena itu, Mako Kopasgat memindahkan senapan mesin DSHK-38 12.7x107mm dan peluncur roket dari peleton Hanud Batalyon A Malang yang saat itu bertugas di Lanud Penfui ke Dilli untuk memperkuat pos Kopasgat di Cot 737. Sebelumnya, Fretilin sambil mengejek bisa seenaknya menembaki posisi Kopasgat dan Kopassandha tanpa khawatir akan terkena balasan dari AK-47. Kini situasi berbalik dengan tibanya DSHK38. Ketika senapan mesin Soviet ini menyalak, menggaruk posisi Fretilin, ganti kami yang berteriak mencemoh mereka.


BAUCAU H+3
Tiga hari setelah penerjunan di Dilli, kembali dilaksanakan operasi Linud di Baucau tanggal 10 Desember 1975. Baucau adalah kota kedua terbesar di Timtim yang akan direbut untuk digunakan sebagai pangkalan aju bagi operasi-operasi selanjutnya. Baucau yang memiliki landasan lebih panjang dari di Dilli, akan dijadikan sebagai jembatan udara dari Kupang dan Jawa. Dari Baucau juga direncanakan gerakan pasukan darat ke Lospalos, Lautem, dan Viqueque.

Satgas B dimana salah satu elemennya adalah Detasemen B/Kopasgat dipimpin oleh Letkol Inf.Soegiarto, Komandan Brigif Linud 17/Kostrad. Satgas ini membawahi Yonif Linud 328/Kujang, Yonif Linud 330/Kujang, dan Yonif Linud 401/Raiders. Pasukan lain yang memperkuat adalah Batalyon 2 Pendarat Marinir dan Detasemen B Kopasgat.

Jika dalam penerjunan pertama di Dilli 7 Desember, pasukan Linud tidak disertai oleh Tim Dalpur dan Dallan, maka di Baucau ini penerjunan sudah diikutkan. Tim yang terdiri dari Pelda Nirwana, Koptu Mukhtar, Koptu, Kusnadi, Kopda Pranoto, dan Sertu Empang diterjunkan berbarengan dengan penerjunan Linud 328. Diantara kelima orang ini, Sertu Empang merupakan satu-satunya dengan spesialisasi air traffic controller. Tim kecil beranggotakan 5 personel Kopasgat ini merupakan tim elite yang dipilh dari sekian personel Dalpur yang ada. Tugas utama Kopasgat dalam serbuan Linud di Baucau adalah merebut sasaran teknis dan fasilitas pendukung operasi penerbangan agar dapat digunakan sebagai pangkalan hadapan.

Sebagian besar keberatan ikut terjun dalam sortie 1 bersama Linud AD. Tidak ada alasan negatif yang mendasari pertimbangan mereka. Hanya kemungkinan terburuk yang membuat mereka mengurungkan niat bergabung. Bgai mereka, andaikan nanti harus gugur dalam penerjunan, biarlah gugurnya bersama rekan sendiri. Memang dalam sorti 1 ini Kopasgat hanya menerjunkan 5 personel Dalpur diantara 400-an personel Linud 328 dan Grup 1 Kopassandha. Mereka diterjunkan menggunakan 7 Hercules di DZ lapangan terbang Baucau menjelang pukul enam pagi waktu setempat. Dengan spesialisasinya sebagai pengendali pertempuran, tim kecil Kopasgat ini sudah mewanti-wanti dalam briefing pada sore harinya bahwa target mereka hanya satu, yaitu tower berwarna putih. Warna putih ini juga yang akhirnya memudahkan pilot dan para penerjun untuk mencapai titik pendaratan.

Penerjunan sortie 1 berlangsung aman, karena rupanya pihak musuh sudah melarikan diri sebelum penerjunan dilaksanakan. Hanya saja Fretilin juga cukup cerdik dengan meninggalkan belasan drum dan balok-balok kayu ditengah landasan untuk merintangi upaya pendaratan pesawat.

Penerjunan sortie ke 2 dilaksanakan satu jam kemudian dengan menggunakan enam Hercules. Dalam penerjunan ini turut diterjunkan 34 personel Tim Dallan dibawah pimpinan Kapten Psk.Rudolf Mallo dengan pasukan pemukul Yonif 401/Raiders dengan kekuatan 414 personel. Tim Dallan bertugas mengaktifkan lapangan terbang untuk bisa secepat mungkin digunakan sebagai pangkalan udara operasi. Menjelang pukul 11.30 WIT, dilaksanakan penerjunan sortie ke 3 dari lima Hercules. Pada sortie terakhir ini diterjunkan sebanyak 106 personel Satpur Kopasgat, 150-an personel dari Brigif-17/Kostrad, kemudian ditutup dengan satu hercules yang khusus menerjunkan logistik berupa amunisi, bahan makanan, radio PRC-77, dan senjata bantuan.

Sortie 2 dan 3 dilaksanakan pada hari menjelang siang, namun diperburuk karena cuaca berubah cukup ekstrim disertai hujan dan angin kencang. Titik penerjunan tertutup awan tebal sehingga menyulitkan pilot memilih DZ bagi peterjun. Namun karena ini terjun tempur dan bukan latihan, penerjunan tetap dilaksanakan apapun resikonya. Akibatnya, penerjunan sortie 2 dan 3 ini banyak anggota mengalami cedera. Angin kencang telah menyeret mereka hingga banyak yang mendarat di batuan karang. Kapten (Purn) PF.Rasiun dan Serma (Purn) Narto dari Tim Dallan menceritakan betapa kondisinya cukup mengenaskan karena banyak anggota yang cedera. Sebelum bergerak untuk konsolidasi, terlebih dulu mereka membantu rekan-rekan mereka yang cedera. Yang terluka cukup parah dan tidak bisa bergerak, diangkat dikumpulkan disatu tempat, diselimuti dan senjatanya dikokangkan untuk mempertahankan diri sampai suasana tenang dan bantuan kesehatan tiba. Barulah setelah itu Tim Dallan bergerak kearah tower dan disana bertemu dengan Tim Dalpur yang diterjunkan pada sortie 1. Sampai satu dua hari kedepannya, Satgas B masih disibukkan dengan konsolidasi dan menemukan anggota yang belum berkumpul.

Pada detik-detik setelah mendarat dan menjelang konsolidasi, suasananya berubah menjadi semrawut dan tidak terkendali. Tembakan gencar terdengar dari semua arah, peluru berdesingan dari segala penjuru. Suara campuran AK-47 dan AR-15 juga G3. Kapten Psk.Budhy Santoso merayap perlahan-lahan mengamati suasana, bukan karena takut dengan peluru Fretilin tapi tidak mau celaka terkena peluru nyasar teman sendiri. Saat merayap itu pula Budhy sempat melihat tiga orang Fretilin lewat tidak jauh dari posisinya. Luka yang dideritanya karena mendarat dibatu karang membuatnya terlambat masuk ke titik konsolidasi. Saat jatuh, Budhy berusaha melindungi kakinya dan memilih mengorbankan ranselnya hingga pecah.

Secara umum penerjunana berlangsung aman karena rupanya musuh sudah meninggalkan Buacau. Beberapa mobil dan truk terlihat disekitar pangkalan, namun sepertinya sudah dirusak oleh Fretilin sebelum ditinggalkan. Base-ops pangkalan dalam keadaan kosong dan tidak ada peralatan yang bisa digunakan. Beberapa bagian dindingnya bolong dan pecah terkena tembakan. Disebuah hanggar, Kopasgat menemukan sebuah helikopter Aloutte III yang ditinggalkan begitu saja.

Pada hari H itu pula Budhy menyaksikan pemandangan yang tidak mungkin bisa dilupakan sepanjang hidupnya. Pasukan dari Batalyon 2 Pendarat Marinir yang didaratkan di Laga menggunakan KRI Teluk Langsa (501) dan KRI Teluk Kau (508), Tim Umi Kopassandha, Brigif 18 Kostrad, pasukan Kopassandha pimpinan Mayor Inf.Theo Syafei, dan Detasemen B Kopasgat yang diterjunkan dilapangan terbang, saling bertemu (linked-up) dilapangan terbang Baucau. Kapten Budhy diruangannya di base-ops pangkalan, menyaksikan momen yang sangat mengharukan sekaligus membanggakan karena membuktikan kemampuan TNI melakukan linked-up setelah didaratkan melalui tiga media. Letkol Inf.Soegiarto berpelukan dengan Mayor Inf.Yusman Yutam dari Kopassandha dalam suasana penuh haru.

Kolonel Inf. Dading Kalbuadi yang memakai topi coboy kebesarannya dan baju model G.I menghampiri Letkol Soegirto dan berkata,

"Tok, kita baru saja melaksanakan tahapan yang sangat penting dan paling sulit dalam perjalanan operasi gabungan, linked-up operation. Kota Baucau sudah saya rebut, silahkan kamu kesana dalam keadaan aman." Keduanya berpelukan haru dan menitikan air mata. Tak lama kemudian Letkol Soegiarto menggerakkan pasukannya memasuki Baucau.


KEMBALI KE MARKAS
Setelah enam bulan melaksanakan tugas di Timtim, semua pasukan yang dikirim pada gelombang serbuan pertama 7 Desember dikembalikan kepada induk pasukannya masing-masing. Karena semua pasukan berasal dari Jawa, perjalanan pulang dilakukan dengan menumpang kapal laut dengan transit Surabaya sebelum menuju ke Jakarta. Bersama pasukan lainnya dari TNI-AD, Kopasgat diberangkatkan menggunakan kapal KM Sawo milik Pelni yang dimiliterisasi.

Setelah berlayar selama 5 hari, kapal akhirnya tiba di Surabaya pada 16 Mei dan sandar seharian untuk menurunkan pasukan dan peralatan dari Brigif 18/Kostrad. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh seluruh prajurit tujuan Jakarta untuk turun ke darat. Mereka memanfaatkan waktu luang ini untuk bersenang-senang atau membeli oleh-oleh. Sungguh suasana yang menyenangkan dan mengendurkan urat saraf setelah 6 bulan tidak bersentuhan dengan dunia luar. Karena sebagian personel masih gondrong dan belum merapikan diri, Nanok sebagai komandan kompi sampai mengeluarkan ancaman untuk tidak mengizinkan berangkat pulang kepada anak buahnya yang masih berambut panjang.

Setibanya di Priok pada 18 Mei, mereka sudah dijemput truk Kopasgat yang kemudian membawa mereka ke Wing 2 di Halim. Disini dilakukan upacara penerimaan oleh DanKopasgat Marsma TNI Suprantijo. Setelah itu pasukan yang berasal dari Wing 1 diberangkatkan ke Bandung. Suasana penyambutan di Wing 2 tidak kalah harunya. Sebabnya bagi hampir seluruh personel yang diberangkatkan ke Timtim, penugasan ini adalah merupakan operasi tempur pertama bagi mereka. Hanya segelintir saja dari mereka yang pernah dikirim ke Klaimantan dalam operasi penumpasan PGRS/Paraku. Termasuk Nanok, Operasi Seroja adalah debutnya dalam operasi militer. Bersambung...


Demikianlah 2014 Mudah - mudah bermanfaat buat sahabat sekalian.

Jika Anda menyukai Artikel di Website ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Inspirasi Tanpa Henti

Kisah Sejati Pasukan Paskhas TNI AU - Nanoek Soeratno (Bagian 5)

PERSIAPAN RAHASIA KE TIMTIM
Hebatnya jaringan intelijen Indonesia saat itu adalah mampu menutupi operasi militer terbatas yang tengah digelar diperbatasan Timor Portugis. Bahkan hingga dilingkungan ABRI sendiri, tidak banyak yang tahu apa yang tengah dilakukan operasi yang bersandi Komodo disana. Dikemudian hari sambil mencoba menemukan benang merahnya, Nanok menduga bahwa latihan perebutan pangkalan yang dilaksanakan Kopasgat di Branti, Lampung Selatan saat Latgab ABRI 17 Februari 1975, merupakan bagian dari persiapan Operasi Seroja. "Saya sama sekali tidak tahu ada rencana melakukan operasi ke Timor. Disatuan saya di Wing 1 saat itu semua berjalan seperti biasa, berlatih dan berlatih, kenang Nanok.

Dalam latihan tersebut, jatuh korban setelah pesawat P-51 Mustang yang diterbangkan Lettu Pnb. Effendi yang juga teman satu angkatan Nanok jatuh diujung runway Lanud Branti. Nahas terjadi tepat pukul 15.30 WIB sesaat setelah lepas landas menuju Lanuma Halim Perdanakusumah. Nanok masih ingat saat istirahat makan siang sambil ngobrol diseputaran base-ops bersama anggota Kopasgat, almarhum mengatakan bahwa habis ini akan mengikuti Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ). Kapten Pnb. Anumerta Effendy kemudian dimakamkan di TMP Madiun.


Dalam operasinya, tugas dan tanggungjawab Kopasgat memang lebih ditujukan untuk merebut, mempertahankan, dan mengoperasikan pangkalan udara depan. Konsep operasi ini sekarang oleh Paskhas disebut OP3UD (Operasi Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara Depan). Karena itulah menjadi vital bagi setiap prajurit Paskhas minimal memiliki kualifikasi Para-komando agar dapat melaksanakan tugas secara profesional, yang kemudian ditambahkan kemampuan khusus kematraudaraan sesuai spesialisasinya seperti meteorologi, navigasi, komunikasi, dan elektronika.

Mengikut rencana operasi yang disiapkan Mabes ABRI sejak awal tahun 1975 secara hati-hati itu, Mako Kopasgat secara simultan juga mempersiapkan diri secara terbatas. Beberapa kali rapat terbatas yang dipimpin Pangllima Komando Tugas Gabungan (Pangkogasgab) Brigjen TNI Suweno di Intejen Hankam, diikuti oleh perwira Kopasgat. Kapten Psk. Pangabalan Silaen, Kepala Biro Operasi Mako Kopasgat menghadiri setidaknya tiga kali pertemuan.

Satu hal penting yang dicatat Silaen dalam pertemuan itu adalah, rencana operasi yang akan digelar berupa operasi lintas udara terbatas. Entah kenapa seingat Silaen, tidak dibicarakan sama sekali penerjunan massif pasukan payung seperti yang digelar pada hari H 7 Desember 1975. Padahal sesuai dengan penjelasan sejumlah literatur, bahwa sedari awal disadari untuk kampanye militer terbuka dibutuhkan pasukan yang sangat besar, setidaknya 4 Brigade Angkatan Darat.

Realisasi dari perbicaraan itu bisa dilihat dari terbatasnya pula kesiapan yang dilakukan dilingkungan Kopasgat. Saat itu, Kopasgat hanya menyiapkan satu Gugus Tempur yang diambil dari Markas Gugus, satu tim Dallan, satu tim Dalpur untuk Dilli dan satu gugus lagi untuk Baucau. Mungkin karena penerjunan dalam skala kecil. Tim Dallan-Dalpur dinilai cukup dilindungi oleh satuan tempur dari AD.

Mako Kopasgat membentuk masing-masing 2 Tim Dallan dan Dalpur. Pembentukan ini menyusul dibentuknya Gugus A dari Wing 1 Lanud Hussein dan Gugus B dari Wing 2 Lanud Halim, yang dikemudian hari menjadi Detasemen A dan B. Dimasing-masing Gugus dimasukkan satu Tim Dallan dan satu Tim Dalpur. Dipercaya sebagai Komandan Gugusan Tugas A Kapten Psk.Sulistyo dan Gugus B Kapten Psk.Afendy

Personel tim ini diambil dari beberapa kesatuan dilingkungan Kopasgat yaitu :
- Yon Perhubungan Mako Kopasgat (Spesialisasi Radio Darat, Air Traffic Cintroller, Montir Radio, Weather Observer, HUbungan Lapangan)
- Yon Kesehatan Mako Kopasgat (Perbekalan dan Kesehatan Lapangan)
- Yon Logistik Mako Kopasgat (Perbekalan Udara, Angkutan Bermotor, Angkutan Udara)
- Yon B Wing 1/Kopasgat (Zeni Lapangan, Perminyakan, Pemdam Kebakaran)

Penantian yang belum ada kepastian ini cukup menguras emosi personel yang ditunjuk. Mareka tahu akan diterjunkan ke medan operasi, namun tidak tahu kemana, dimana, dan kapan? Mereka dibekali dengan ransel yang sudah penuh berisi korlap dan perlengkapan tempur. Selama beberapa bulan, ransel itu hanya menjadi bantal guling di mess.


SERBA BURU-BURU
Hari : -3
Tanggal : 4 Desember 1975
Waktu : 0900 WIT

Menhankam/Pangab Jenderal TNI M.Panggabean mendarat di Kupang dengan menggunakan pesawat Fokker F-28 Pelita Air Service. Kehadiran Pangab adalah untuk memberikan briefing terakhir kepada pelaku dan unsur kesatuan yang dilibatkan dalam Operasi Seroja.

Dihari dan waktu yang sama, pukul 11.00 WIB di Ksatrian Sukani, diadakan apel yang dipimpin langsung oleh Komandan Wing 1 Letkol Psk.Suparno. Saat pemeriksaan pasukan, Dan Wing menghampiri Nanok,
"Nok, Kompi mu akan segera diberangkatkan. Pilih anak buahmu yang terbaik. Laksanakan sebaik-baiknya!"
"Siap Komandan!"

Dalam pelaksanannya, kompi in tergabung ke dalam Detasemen A bersama Tim Dallan dan Dalpur yang sudah 2 bulan dipersiapkan. Menerima perintah ini, ada rasa kaget bercampur senang dihati Nanok karena sebagai tentara sebentar lagi akan merasakan pertempuran sesungguhnya. Namun galau karena belum melakukan persiapan apa-apa, seperti halnya personel yang lain, Nanok tidak bisa membayangkan seperti apa nantinya mereka disana. Mereka sama sekali buta dengan kondisi Timtim, yang katanya sungainya lebar-lebar dan gampang meluap dimusim hujan. Katanya juga ada banyak buayanya di sungai. Apalagi ini adalah operasi pembuka, dimana mereka akan menjadi bagian dari prajurit-prajurit pertama ABRI yang akan diterjunkan di medan tempur. Tidak banyak data intelijen yang bisa mereka jadikan pedoman untuk menyiapkan rencana operasi. Sementara itu, lokasi pemberangkatan sudah ditetapkan di Lanud Iswahjudi Madiun.

Saat itu, komposisi pasukan yang akan diberangkatkan ke Dilli sudah lengkap. Ditunjuk sebagai Komandan Detasemen adalah Kapten Psk.Pangabalan Silaen dengan wakil Kapten Psk.Sudadio. Tugas pokok Detasemen A adalah merebut, mengamankan dan mengoperasikan lapangan udara Dilli untuk mendukung operasi lanjutan. Sedianya ditunjuk sebagai komandan adalah Kapten Psk.Sulistyo, namun kecelakaan yang dihadapinya ketika latihan menembak menyebabkan posisinua digantikan oleh Silaen.

Akibatnya jika dibandingkan dengan personel lainnya, persiapan Silaen termasuk seadanya. Dikarenakan ia perwira senior dibagian operasi waktu itu, tidak ada pilihan lain dan jatuh kepadanya. Kapten Psk.Pangabalan Silaen merupakan lulusan PK Kopasgat tahun 1965. Silaen adalah lulusan Sekolah Tinggi Olahraga di Medan, masuk ABRI untuk menjawab permintaan pemerintah yang membutuhkan banyak tenaga untuk persiapan menghadapi konflik dengan negara-negara tetangga. Dari 70 orang teman satu lichting Silaen, 30 orang diantaranya menjadi perwira di Kopasgat. Silaen juga adalah salah seorang perwira Kopasgat yang mengikuti pendidikan Komando di RPKAD. Berturut-turut susunan perwira operasi adalah sebagai berikut :
Komandan : Kapten Psk. Pangabalan Silaen
Wakil Komandan : Kapten Psk.Sudadio
Kasi 1/Operasi : Kapten Psk.Djoko Budiman
Kasi 2/Intelijen : Capa Rustam Efendy
Kasi 3/Personel : Capa Hidayat
Kasi 4/Logistik : Capa Sidharta

Kelompok Dalpur dipimpin oleh Letda Psk.Katamsi beranggotakan 7 personel. Kelompok Dallan dengan komandan Lettu Psk.A.Karim beranggotakan 33 personel. Kompi Tempur dengan komandan Kpaten Psk. Nanok Soeratno membawahi satu kelompok komando kompi beranggotakan 13 personel + 3 peleton. Danton 1 Capa FX.Hartono, Danton 2 Capa Benu Santoso, dan Danton 3 Peltu Oman Erawan. Setiap peleton berkekuatan 30 personel.

Adapun Detasemen B dipimpin Kapten Psk.Afendy, wakil Kapten Psk. Jack Hidayat, dengan komposisi organisasi Kasi 1-2 Kapten Psk.Budhy Santoso, Kasi 3-4 Kapten Psk.Edison Siagian. Selaku komandan kompi tempur adalah Kapten Psk.Wahyu Wijaya dengan kekuatan masing-masing tiga peleton tempur dibawah pimpinan Laetda Psk.Daromi sebagai Danton1, Danton 2 Peltu Surip, dan Danton 3 Peltu Supandi.

Persiapan terus berlanjut sehingga sore hari. Perwira dipersenjatai dengan AK-47 7.62mm dan pistol M-45. Setidaknya setiap personel membawa 6 magazine cadangan terisi penuh, ditambah 3 magazine yang terikat di senapan masing-masing. Perlengkapan lainnya termasuk parasut T-10 lengkap dengan cadangannya Type 7A. Setiap peleton juga dilengkapi dengan radio PRC-77 dengan frekuensi VHF-FM. Disiapkan pula ransel tempur yang sudah penuh terisi makanan kaleng T2 untuk 2 hari. Setiap orang juga mendapat uang sebesar Rp 5.000. Total beban diransel ini menjadikan ransel begitu berat sekali. Serka Sapri melukiskan, "Saya sampai tidak sanggup menegakkan tulang punggung dengan semua perlengkapan nempel ditubuh saat inspeksi oleh KSAU Marsekal TNI Saleh Basarah di Lanud Iswahjudi tanggal 7 Desember pagi hari". Begitu juga Kpaten Psk.Budhy Santoso yang akan diterjunkan di Baucau pada H+3, "Saya sampai harus ditarik jump master saat menaiki rampdoor Hercules".

5 Desember 1975, Detasemen A diinspeksi oleh Brigjen TNI Suweno didampingi DanKopasgat Marsma TNI Suprantijo dan staf di Mako Wing 1.

Sebelum berangkat Nanok berpamitan kepada istrinya, "Saya akan berangkat ke Timtim, targetnya di drop di Dilli." Mungkin karena sesama tentara (istri Nanok merupakan perwira Kowad berpangkat Kapten yang mengambil pensiun dini setelah kelahiran anak pertamanya), sang istri dengan cepat memahami apa yang akan dilaksanakan suaminya.


BERANGKAT KE DILLI
Pagi hari tanggal 6 Desember 1975, apel pelepasan dipimpin oleh Dan Wing 1 Letkol Psk.Suparno. Usai apel, anggota menerima instuksi untuk menyerahkan semua atribut militer seperti KTA, tanda pangkat, badge, dan lain-lain yang berhubungan dengan dengan identitas kemiliteran personel. Itu dikarenakan mereka akan diterjunkan sebagai sukarelawan.

Dengan menggunakan 2 C-130 Hercules, mereka diterbangkan ke pangkalan aju di Lanud Iswahjudi Madiun. Setelah mendarat dan dembarkasi, Nanok melihat sudah banyak pasukan disana. "Rasanya otak saya sudah seperti mau ke Irian saja". kata Nanok menyebut seakan-akan ke Irian, mengutip cerita yang pernah disampaikan oleh seniornya yang pernah dikirim dalam Operasi Trikora.

Setibanya di Madiun, Detasemen A menempati lahan komplek Yon B Kopasgat Lanud Iswahjudi. Sebanyak 270 personel dari Kopassandha dan 258 personil Yonif 501/Raiders sudah menempati sebagian besar areal pangkalan. Seperti halnya Kopasgat, Kopassandha juga menggunakan AK-47 sementara Raiders menggunakan Colt M16 5.56mm.

Ketika operasi berlangsung, penerjunan sortie pertama mendapat perlawanan sengit dari darat. Unsur pendadakan yang menjadi kelebihan serangan lintas udara tidak tercapai, karena rupanya sudah terendus pihak Fretilin yang sudah siaga penuh. Akibatnya pasukan yang sedang melayang di udara banyak jatuh korban, bahkan beberapa diantaranya tidak sempat meletuskan senjatanya karena terlanjur gugur. Penerjunan sortie pertama ini menewaskan 56 personil Kopassandha/Raiders yang terlibat pertempuran sengit model urban. Enam Hercules juga terkena tembakan dari darat dan mengalami kerusakan ringan. Salah satu Hercules T-1308 yang tengah melintas ditengah landasan membatalkan penerjunan, sehingga 78 personil Kopassandha pimpinan Lettu Inf. Luhut Panjaitan batal terjun.

Dengan batalnya sortie 3 otomatis Detasemen A Kopasgat juga batal terjun, padahal kehadiran Kopasgat sangat direncanakan untuk menghidupkan lapangan udara Dilli.

Dua rencana kemudian disusun untuk mengirim Kopasgat memasuki Dilli. Tim Dalpur dan Dallan diprioritaskan untuk segera diberangkatkan menggunakan Dakota ke Dilli, sedangkan kompi tempur dan staf detasemen diberangkatkan belakangan.

Menjelang siang sebelum Tim Dallan dan Dalpur tiba dilokasi, Mayjen TNI Benny Moerdani sudah melakukan inspeksi ke Dilli menumpang pesawat Britten Norman BN-2A Islander milik Dirgantara Air Service. Pesawat ini dipiloti oleh Mayor Pnb.Djatmiko. Keputusan Pak Benny ini dinilai sangat berani karena saat itu Dilli belum dikuasai sepenuhnya, pertempuran pun masih berkecamuk. Begitupun, lapangan terbang Dilli juga belum dikuasai oleh Detasemen Kopasgat sehinga kontrol penerbangan sama sekali belum ada. Tapi tentu bukan Benny Moerdani namanya kalau tidak berani menemui pasukannya dimedan tempur.

Meski perasaannya bercampur aduk saat itu, Nanok tidak memungkiri bahwa penugasannya di Timtim merupakan kebanggaan tersendiri baginya. Bangga karena termasuk kedalam gelombang pasukan pertama yang didaratkan.

"Nasib kami lebih baik dibanding teman-teman Marinir yang didaratkan dipantai, atau Linud dan Kopassandha yang diterjunkan dari pesawat, sekian persen dari mereka sudah hilang sebelum sempat meletuskan senapannya, resiko seperti itu sudah sangat dipahami," kenang Nanok. Bersambung..


Demikianlah 2014 Mudah - mudah bermanfaat buat sahabat sekalian.

Jika Anda menyukai Artikel di Website ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Inspirasi Tanpa Henti

Kisah Sejati Pasukan Paskhas TNI AU - Nanoek Soeratno (Bagian 4)

PENDIDIKAN KOMANDO
Setelah diberi cuti beberapa hari di Bandung usai pendidikan terjun, mereka kembali mengikuti latihan yang membutuhkan kesiapan fisik tinggi. Introduction Latihan Komando (Inlatko) adalah pengenalan dunia komando selama 1 bulan. Tetap dilaksanakan di Bandung dengan mengambil lokasi di Margahayu, markas Komando Pasgat.

Pendidikan Inlatko dilaksanakan untuk memberikab bekal standar kepada para karbol agar memiliki kecekapan tinggi. Inlatko yang dimaksud dalam program ini merujuk kepada kemampuan yang harus dikuasai. Ketika seseorang menyebut kata komando, bisa saja ia tengah membicarakan kemampuan atau unit di kemiliteran.

Prajurit yang berkualifikasi komando sudah memiliki sejumlah keahlian seperti amphibious landing, parachuting, rappeling, raid, dan teknik lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan sebuah serangan yang efektif. Prajurit berkemampuan komando biasanya dikelompokkan kedalam unit reaksi cepat seperti light infantry dan pasukan khusus. Di lingkungan pasukan komando, keahlian ini harus mereka tebus lewat pendidikan yang sangat melelahkan dan keras selama berbulan-bulan.

Karena karbol tidak dilatih secara spesifik untuk menjadi prajurit komando, maka program yang mereka jalani pun tidak selama dan seberat pendidikan komando di satuan khusus. Pendidikan hanya sebulan, dengan materi yang dipadatkan.

Pendidikan komando biasanya dilaksanakan dalam beberapa tahap. Secara garis besar dibagi dalam tiga tahap, yaitu Tahap Basis, Tahap Gunung Hutan, dan Tahap Rawa Laut. Dari Tahap Gunung Hutan ke Tahap Rawa Laut dijembatani dengan long march alias patroli jarak jauh. Long march dilakukan untuk menguji daya tahan personel. Nah, untuk porsi karbol, materi-materi ini sengaja dipadatkan agar waktu pelaksanaan tercapai dan tepat waktu.

Menariknya, latihan komando yang diikuti Angkatan 69 ini pesertanya tidak hanya para karbol, tapi juga Gubernur AAU Komodor Udara Rusman dan Komandan Resimen Taruna Karbol AAU Letkol Pnb.Jahman. Meski pejabat teras dilingkungan AAU, kedua pilot MIG-21 Fishbed ini mengikuti semua materi yang diberikan kepada para karbol, sama sekali tanpa pengecualian dan keistimewaan. Tidur di tenda, jalan kaki, antri makan,mandi lumpur, semua dilakoni kedua pejabat ini bersama para karbol. Sungguh contoh teladan yang sangat baik bagi para pejabat TNI di era sekarang.

Menurut Marsda Purn.Rusman, apa yang dilakukannya saat itu adalah bagian dari upayanya untuk mengetahui secara langsung dilapangan metode latihan dan pendidikan yang diterapkan kepada para karbol. Rusman yang waktu itu berusia 36 tahun mengatakan, pendidikan harus dilaksanakan secara terarah dan tidak boleh serampangan. Dilain pihak, sebagai Gubernur AAU yang baru dilantik, Rusaman secara pribadi juga berkeinginan untuk memiliki kemampuan seperti yang dimiliki para Karbol. "Masa tarunanya komando gubernurnya ngga?!" ujarnya sambil ketawa. Demi memuluskan pelaksanaan nantinya, Rusman secara sengaja berlatih di area sekitar Lanud. Mulai dari merayap, lari dan menyeberangi sungai kecil.

Longmarch ke Pamengpeuk Garut adalah fase terakhir yang sangat melelahkan. Selain sesekali dihadapkan kepada hambatan seperti simulasi serangan mendadak, ambush, perjalanan ini sungguh menuntut daya tahan fisik dan mental yang sangat tinggi. Tidak sedikit peserta dalam fase ini angkat tangan alias menyerah. Disinilah, dalam keletihan teramat sangat dan kaki sudah gontai seperti tidak mampu lagi menopang tubuh pemiliknya, Nanok bergumam dalam hatinya,

"Sampai kapanpun, saya tidak mau masuk jadi pasukan!"


RIBUT DENGAN AKMIL
Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1968, ketika kedua kelompok taruna yang mukimnya bertetangga ini bertemu dalam ajang sepakbola pertandingan olahraga Porakta (Pekan Olahraga Tiga Angkatan) di Magelang.

Entah siapa yang memulai, terjadilah keributan massal yang berujung saling gebuk dan adu jotos. Pertandingan yang semula berjalan sportif dan fair play tiba-tiba berubah menjadi ajang perkelahian massal. Kursi, meja, batu, kayu melayang menyasar taruna yang malang. Tidak hanya saling gebuk, sebagai buntut kekesalan sebagaimana lazimnya sebuah kerusuhan massal, sejumlah bus angkutan taruna dari kedua belah pihak turut menjadi bulan-bulanan. Karena perkelahian ini, dari rencana semula karbol akan menginap di Mess Akmil Magelang, diputuskan batal dan kembali ke Jogja.

Rupanya rekonsiliasi yang dilakukan oleh para petinggi kedua Akademi yang berseteru belum mampu memupus rasa dendam dihati kedua kelompok. Maklum saja anak muda, sumbu pendek dan gampang tersulut emosinya. Perkelahian kembali terjadi saat berlangsungnya pertandingan bulutangkis. Sersan Taruna Karbol Abdul Mukti, rekan seangkatan Nanok yang ketika itu menjadi atlet bulutangkis menceritakan peristiwa yang dialaminya.

Saat itu, kenang Mukti, ia baru akan melakukan servis dan sudah dalam posisi server, lantas mendengar suara gaduh. Gedebak gedebuk suara orang berlari, Mukti menoleh ke samping ingin tahu suara yang mengganggu konsentrasinya. Rupanya suara gedebak gedebuk itu suara langkah seorang taruna Akmil yang meluru kearahnya hendak memukulnya. Reflek Mukti mengelak dan menendang taruna itu hingga jatuh tersungkur. Keadaan pun langsung chaos, perkelahian massal tercetus kembali.

Darah muda Mukti mendidih. Diapun bermaksud menghajar taruna tadi dengan raketnya yang sudah dipatahkan jadi dua, namun urung dilaksanakan.

"Untung tidak saya lakukan" kenang Mukti.
"Jadi pada tahun-tahun itu kondisinya selalu tegang tiap ketemu Akmil. Kalau berkelahi sama-sama hancur, sama-sama bonyok keluar kecap" kenang Nanok.

Alasan seperti itulah diantaranya yang memicu pimpinan ABRI ketika itu melakukan pengintegrasian akademi keempat angkatan dibawah satu payung yaitu Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia disingkat AKABRI. Akabri 1970 merupakan angkatan pertama program integrasi ini.


DILECEHKAN MAHASISWA UGM
Tahun keempat dengan pangkat "Raja" Sersan Mayor Taruna Karbol adalah masa-masa seperti di awang-awang. Tradisi sebegini sudah menjadi kelaziman dalam pendidikan dunia kemiliteran dimana senior selalu mendapat privilege. Hanya saja kondisi "nyaman" ini sering dimanfaatkan senior untuk berlaku seenaknya terhadap yuniornya dll. Namun bukan itu yang akan diceritakan disini, tapi pertikaian antara mahasiswa UGM Yogyakarta karena jiwa korsa taruna yang berlebihan.

Peristiwa ini bermula ketika salah seorang Karbol senior, Sermatar Karbol Agus Armanto dan Sermatar Karbol Tukiran Toyib akan membayar ongkos becak bersama dua gadis kenalannya. Kedua taruna karbol ini bersama rekanita mereka dari pesiar mengunjungi pameran bunga di Gedung Seni Sono yang terletak di kawasan Malioboro - Ahmad Yani.

Karena merasa sebagai pihak yang mengajak, kedua rekan wanita mereka keberatan dibayari ongkos becaknya oleh Agus dan Tukiran. Saat keduanya saling menolak untuk dibayari, tiba-tiba dua pemuda lewat dibelakang mereka iseng nyelutuk,

"Ah pura-pura itu..karbol kan biasanya emang ndak punya duit"

Sempat kaget mendengar celutukan kedua pemuda tadi, namun karena sedang membayar becak, Agus tidak meladeni ocehan mereka. Namun begitu hatinya mulai panas.

Sambil melihat-lihat kembang yang dipamerkan, Agus menegur Tukiran,menanyakan apakah tadi mendengar ucapan iseng kedua pemuda tadi. Ternyata Tukiran juga mendengar, mereka lalu sepakat mencari kedua pemuda tadi. Setelah ketemu, dua pemuda tadi malah menyangkal, merasa tidak mengucapkan apa-apa. Bahkan salah seorang dari mereka kenang Marsma Purn. Agus Armanto, terkesan kemaki (sombong) dan belagu. "Dia menyangkal terus omongannya, malahan ngelantur kemana-mana!" Kenang Agus yang masih terlihat geram jika mengingat tingkah laku salah satu pemuda tadi.

Karena merasa tidak ketemu jalan keluarnya, Agus dan Tukiran pun memutuskan mengakhiri pembicaraan dengan kedua pemuda tadi kemudian mengantarkan kembali rekan wanitanya ke rumahnya. Sebelum pergi Agus sempat menanyakan alamat kedua pemuda tadi.

Setibanya di basis AAU, Agus melaporkan kejadian tadi kepada Kapoltar (Kepala Polisi Taruna) yang sedang piket. Mendapat laporan seperti itu darah muda mereka mendidih. Mereka sepakat, pokoknya harus diklarifikasi apa maksud mereka berkata seperti itu. Rapat kilat pun dilaksanakan dengan diikuti beberapa orang karbol senior seperti Hanafie Asnan, Rusdi Basri, Bachruddin, dan Nanok sendiri. Mereka merembukkan tindakan yang bakal diambil dan bagaimana caranya.

Komandan Korps Taruna Karbol, Sermatar Karbol Rusdi Basri yang memang paling tua diantara mereka (kelahiran 30 Agustus 1941), awalnya keberatan dengan rencana aksi balasan dari teman-temannya. Namun rupanya darah muda sudah menguasai mereka.

"Saya sendiri waktu itu termasuk staf komando, sebagai Danyon Korps Taruna Karbol" ujar Nanok.

Berdua dengan temannya, malam itu juga Nanok mendatangi sopir bus karbol Siswanto meminta mengantarkan mereka ke suatu lokasi di Jogja

Sebenarnya 'permintaan ' itu sudah jelas merupakan suatu yang salah, karena dilakukan diluar jalur komando. Namun begitulah jadinya jika sikap bonek sudah merasuki. Apalagi saat itu situasinya memang mendukung. Kala itu aturan yang berlaku di AAU belum seketat sekarang. Pos Piket belum sebanyak sekarang dan lingkungan AAU juga belum se streril sekarang, sehingga siapapun bisa keluar masuk tanpa diketahui.

Demikianlah, malam itu sebuah fiat yang dikendarai Siswanto melaju keluar komplek AAU untuk mengantarkan beberapa karbol senior yang sudah "siap tempur". Malam itu berangkat Sermatar Agus Armanto, Sermatar Adam Nasution, Sermatar Mulyadi, Sermatar Hanafie Asnan, Sermatar Bachruddin, Sermatar Prastowo, Sermatar Afendi, dan Nanok sendiri.

Tidak sulit mencari kedua pemuda iseng tadi, setibanya dilokasi para karbol yang tetap memakai pakaian PDH itu segera turun dari bus dan "mengambil" pemuda yang ditunjuk oleh Agus. Menurut Agus Armanto dan Marsda Purn Bachruddin, kedua pemuda yang dicari sepertinya sudah siap untuk "dikunjungi' sehingga tidak berusaha kabur saat didatangi para karbol. Berdua mereka digiring kearah pemancar televisi di wilayah Yogyakarta

Ditempat itu kedua pemuda tadi di interogasi dan dijejali beberapa pertanyaan. Namun tetap saja kedua pemuda tadi tidak mengakui apa yang diucapkannya siang tadi. Sikap geram karbol pun memuncak, sehingga bogem mentah pun melayang. Salah seorang karbol sampai menantang kedua pemuda tadi untuk duel satu lawan satu secara jantan, namun ditepis oleh kedua pemuda tadi, tentu saja tetap tidak seimbang. Karbol dengan fisik mental dan terlatih bukanlah tandingan bagi kedua pemuda tadi.
Karena tetap tidak ada titik temu, kedua pemuda tadi pun dikembalikan.

Seperti tidak terjadi sesuatu, besoknya aktivitas berlangsung seperti biasa di AAU. Beberapa karbol senior yang melakukan pengmbilan terhadap kedua mahasiswa semalam atas nama esprit de corps juga terlihat beraktivitas seperti biasa. Ketenangan ternyata tidak berlangsung lama. Dua hari kemudian, sejumlah mahasiswa berunjuk rasa di kampusnya. Mereka menggelar spanduk mengecam aksi main hakim oleh karbol. Tindakan itu ternyata menimbulkan dampak luar biasa. Apalagi kedua pemuda tersebut rupanya mahasiswa salah satu universitas terkemuka di Togyakarta. Kota Gudeg pun dibuat geger akibat persitiwa itu. Tidak hanya dilingkungan AAU dan kampus UGM, pemerintah daerah Yogyakarta pun dibuat repot.

Berita ini dengan cepat sampai ketelinga Gubernur AAU, Komodor Rusman, yang dibuat kaget sekaligus marah. Semua karbol yang terlibat dalam aksi main hakim sendiri dipanggil. Pak Rusman sangat kesal dan marah karena menganggap apa yang dilakukan para karbol senior itu bukanlah sikap seorang prajurit apalagi seorang calon perwira. Sebelum suasana berkembang menjadi lebih buruk, Pak Rusman segera menelpon Rektor UGM Suroso untuk menyampaikan permintaan maaf atas tindakan yang dilakukan para karbol dan menyarankan mencarikan jalan keluar bersama.

Agar kejadian ini tidak berkepanjangan dan menimbulkan keributan besar, Pak Rusman memutuskan untuk mengamankan para karbol yang terlibat. Kebetulan saat itu ada program kuliah kerja karbol AAU Angkatan 69 ke Jakarta dan Bandung. "Pokoknya kami diamankan, jauh dari Yogya" kata Nanok. Sebagian dikirim ke Jakarta dan sebagian lagi ke Bandung.

Karbol dibagi menjadi dua kelompok, yang ke bandung ditempatkan di SECAPA TNI-AD sedangkan yang di Jakarta di SEKKAU Halim. Setelah 1 minggu, mereka saling bertukar tempat. Dikedua kota ini, karbol yang terlibat peristiwa di Yogya ditempatkan diruang tahanan khusus dan tidak diperkenankan pesiar. Namun, tinggal di sel khusus tidak lantas membuat mereka kesepian, karena rupanya mereka mempunyai banyak penggemar, termasuk ibu-ibu yang datang membawakan mereka makanan. Ketika di tahanan ini bersama karbol lainnya, Hanafie Asnan sempat ngapusi kepada seorang bintara penjaga tahanan,
" Sersan, tau ndak ini siapa ?(sambil nunjuk rekannya Adam Nasution). Ini Adam Nasution, putranya Pak Nas!" Sersan penjaga tahanan termakan bualan Hanafie, sejak saat itu pintu sel tidak pernah lagi digembok.

Menurut Nanok, insiden dengan pemuda Yogyakarta adalah kejadian kedua selama pendidikan mereka. Sebelumnya ketika masih berpangkat Sersan Taruna Karbol alias Tingkat II, sempat juga meletus insiden. Kejadiannya berlangsung saat senior mereka main drumband di Hotel Ambarukmo. Drumnya disobek oleh seorang pemuda sehingga menimbulkan adu jotos. Menurut Alm. Marsda Purn, F Djoko Poerwoko, diera-era itu Karbol AAU memang terkenal jago gelut, berkelahi dan ditakuti.

"Saya juga tidak tahu kenapa, tapi karbol itu cukup disegani karena pemberani,"


SELAMAT TINGGAL KARBOL

Seperti kata pepatah, ada saatnya datang ada pula saatnya untuk pergi. Layaknya siklus kehidupan, begitu pula pendidikan di AAU. Perpisahan selalu berat untuk dilalui, namun mereka harus menghadapinya demi menyongsong masa depan yang penuh tantangan. Karena program integritas ABRI belum maksimal, Praspa tahun 1969 hanya diikuti oleh perwira remaja dari AAU dan AAL. Praspa 1969 dilaksanakan di Mako AAU dengan Inspektur Upacara Presiden Soeharto dan komanda upacara Kolonel Pnb.Supardi. Tanggal yang ditentukan adalah 6 Desember 1969. Presiden Soeharto berdiri penuh kharisma dipodium memberikan kata sambutan dan kemudian melantik perwakilan dari kedua angkatan. Untuk menunjukkan kekompakan ABRI, perwakilan dari Akmil dan Akpol dari Angkatan 70 dihadirkan meski mereka tidak diwisuda. Lulusan Terbaik AAU Angkatan 69 adalah Letnan Dua Tek. Nyoman Dana berhak menyandang Trphy Adhi Makayasa.

Setelah berdinas selama 30an tahun di TNI-AU, dari 244 perwira remaja yang diwisuda tahun 1969 dengan totalan masukan 270 pemuda yang diterima pada peringkat Saniri 1966, tentunya tidak semua bisa meraih jenjang perwira tinggi. Meminjam guyonan diwarung kopi : Disekolah boleh pintar, namun garis tangan yang menentukan.

Rinciannya adalah :
Marsekal ( 1 orang )
Marsekal Madya ( 2 orang )
Marsekal Muda ( 10 orang )
Marsekal Pertama ( 22 orang )
Kolonel ( 115 orang )
Letnan Kolonel ( 71 orang )
Mayor ( 11 orang )
Kapten ( 3 orang )
Letnan Satu ( 4 orang )
Letnan Dua ( 5 orang )



Demikianlah 2014 Mudah - mudah bermanfaat buat sahabat sekalian.

Jika Anda menyukai Artikel di Website ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Inspirasi Tanpa Henti

Kisah Sejati Pasukan Paskhas TNI AU - Nanoek Soeratno (Bagian 3)

SOPIR TRUK, CUEK AJA
Setelah 6 bulan dijauhkan dari dunia nyata dan keluarga, tak terkirakan kegembiraan para Karbol setelah mengetahui bahwa mereka diberi cuti seminggu. Meski mungkin waktu yang diberikan tidak mencukupi bagi yang tinggal diluar pulau Jawa mengingat masih terbatasnya moda transportasi saat itu, setidaknya waktu seminggu yang diberikan bisa membuat mereka sejenak rileks mengendorkan ketegangan. Enam bulan bukanlah waktu yang sebentar, dikala pukulan dan tendangan menjadi santapan sehari-hari. Nanok pun segera pulang ke Ngawi.

Sudah menjadi keputusan di lingkungan AAU, bahwa selama menempuh masa pendidikan diakademi kepada setiap taruna diwajibkan menggunakan PDH, sekalipun dalam masa cuti. Disaat mengenakan pakaian ini, setiap Karbol diharuskan tetap menjaga kehormatannya sebagai Taruna AAU. Namun apa jadinya jika seorang Karbol dimasa cutinya nekat mengemudikan truk? Itulah Nanok Suratno. Entah cuek, nekat, atau tidak mengerti, Nanok dengan santainya mengemudikan truk tebu orang tuanya dari Madiun ke Ngawi dengan masih mengenakan PDH karbolnya.

Tanpa terasa masa cutipun berakhir dan semua Karbol kembali ke basis di AAU. Esok harinya mereka dikumpulkan oleh para seniornya dilapangan upacara.
"Siapa yang kemarin cuti pergi premanan?!"
"Siapa yang nyupir truk?!"

Semua diam, tidak ada yang berani angkat tangan apalagi menjawab, termasuk Nanok si sopir truk.

"Bak..buk..bak..buk..!!"
Suara buku tangan menghantam perut bersahut-sahutan seperti ucapan selamat datang kembali di AAU bagi mereka. Hari ini semua dapat "jatah", namun Nanok beruntung tidak dipanggil secara pribadi, meski ia yakin seniornya yang melihatnya pasti kenal wajahnya.

"Mungkin karena sekampung di Ngawi" kenang Nanok.


MENJADI PENATARAMA
Pada tahun pertama pendidikan di AAU, Kopral Karbol mulai dikenalkan dengan program tambahan semacam ekstrakurikuler. Sifatnya sebagai sebuah wahana bagi para karbol untuk mengembangkan minat dan bakatnya. Setiap karbol diberi kebebasan untuk memilih program yang sudah disiapkan oleh AAU. Seperti Kolone Senapan, olahraga (Badminton, volley, bulutangkis, sepakbola, beladiri), dan drumband. Uniknya bagi Karbol yang tidak memilih salah satu dari kegiatan tadi dikelompokkan ke dalam satu tim disebut "Tanam Pisang". Terkesan lucu, namun begitulah adanya. Program ini intinya tertuju kepada kegiatan bertanam memanfaatkan lahan-lahan kosong disekitar basis. Mungkin untuk gampangnya, disebut saja mereka Tim Tanam Pisang, karena salah satu yang ditanam ya memang pohon pisang.

Soal program ekstrakurikuler ini, ada cerita unik seperti yang dituturkan Marsekal Purn.Hanafie Asnan. Seperti awal dijelaskan karena besarnya jumlah Angkatan 68, membuat Angkatan 69 seperti menghadapi tembok besar yang kokokh. Dampak dari tembok tinggi ini sampai berefek pada pilihan ekstrakurikuler yang harus diambil. Hanafie yang sebenarnya hobi tinju, demi alasan cari aman, akhirnya memilih drumband saja. Karena jika memilih tinju, jelasa Hanafie, bisa-bisa dirinya jadi bulan-bulanan seniornya.


"Saya me-reduce kemampuan diri saya, karena kalau ketahuan senior wah repot saya. Saya harus low profile. Kalau saya bilang tinju, bisa habis sama senior. Ketika ditanya senior, saya bilang olahraga saya bulutangkis. Tapi kata senior, badan segede gitu kok bulutangkis? Drumband aja kamu! Mungkin itu juga alasan yang dipakai Kopral Karbol lainnya.

Di drumband karbol, mungkin karena dinilai terampil oleh seniornya dalam memainkan beberapa alat musik dan terlihat mempunyai leadership, Nanok dipromosikan menjadi Penata Rama atau Stick Master. Promosi ini diperoleh Nanok ketika sudah Tingkat III dan berpangkat Sersan Mayor Taruna Karbol.

Menurut Nanok, atraksi yang diperagakan Karbol pada masa itu tidak sehebat sekarang. Apalagi jika melibatkan alat musik, dilakukan sangat terbatas dan hati-hati. Maklumlah, jumlah alat musik yang dimiliki AAU saat itu sangat terbatas disamping harga yang relatif mahal.

Seperti menumpuk bass drum hingga membentuk seperti tangga, lalu dinaiki leader sambil akrobat, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan saat itu. Istilahnya, kata Nanok, gores sedikit saja bisa digebukin senior, bagaimana mungkin ditumpuk-tumpuk? Bahkan soal stick, Nanok mengakui tidak berani melemparnya terlalu tinggi. Saat itu hanya ada dua stick, yang salah satunya sudah jelek. Jadi kalau latihan harus hati-hati agar tidak rusak apalagi sampai patah.

"Kalau penyok ya sudah..pasang badan aja digebukin."


BOGOWONTO KEMBALI BERDUKA
Awal Agustus 1968, kereta api Yogyakarta-Bandung mengangkut rombongan Sersan Karbol yang akan mengikuti Latihan Para Dasar di Lanud Sulaiman, Bandung. Perjalanan kali ini tidak seperti biasanya menggunakan pakaian pesiar yang serba mengkilat, melainkan cukup PDL lengkap dengan ransel gendong dan veldples tempat minum. Wajah-wajah mereka kelihatan riang dan gembira, bahwa sebentar lagi mereka akan memakai brevet Para dan Komando.

Sembilan jam perjalanan tidak terasa, tahu-tahu sudah sampai di Bandung. Di stasiun KA sudah bersiap para pelatih terjun menjemput Karbol. Dengan sigapnya mereka memberi perintah agar seluruh barang bawaan dimasukan keatas truk karena calon siswa terjun akan jalan kaki menuju Lanud Sulaiman yang berjarak 15km dari St.Bandung.

Dalam waktu persiapan diberikan 15 menit, hampir semua karbol mengisi veldples dengan air putih. Namun sebelum pluit start ditiup seorang pelatih menjelaskan bahwa tidak diperbolehkan minum selama perjalanan, sehingga veldples harus dikosongkan. Yah...guman para Taruna Karbol tanpa bisa menolak. Menjelang tengah malam mereka baru tiba di Barak Cimariuk dan kemudian bergabung dengan siswa terjun lainnya yang berasal dari Calon Pelatih sebanyak 20 orang Bintara.

"Yang Ragu-Ragu Lebih Baik Pulang" itulah motto yang terpampang di depang Hanggar Sekolah Para Dasar Lanud Sulaiman, Bandung Selatan. Kelihatannya simpel dan sederhana, namun setelah direnungkan ternyata punya makna yang sangat dalam.

Tidak seperti hari-hari sebelumnya, tanggal 28 Agustus 1968 itu siswa terjun Angkatan 71, pagi itu tampak sibuk mempersiapkan diri untuk berangkat ke Lanud Hussein Sastranegara. Meski terlihat santai, tetap saja raut wajah tidak bisa dibohongi. Keteganga terlihat dari tatapan mereka. Direncanakan malam itu mereka akan melaksanakan terjun statik malam hari.

Sehabis sarapan pagi, sebagian siswa bercanda dengan seorang Bibi penjual makanan dan krupuk di Barak Cimariuk. Kata si Bibi, "Menjual makanan kepada siswa terjun mah tidak pernah membuatnya rugi. Makanan cukup ditaruh diatas meja, yang berminat akan mengambil dan langsung menaruh uangnya sendiri sesuai dengan harga makanan yang diambil. Kalau ada kembalian ya kudu ambil sendiri. Bibi ndak pernah rugi atau dicurangin.."

Berbeda dengan siswa Pendidikan Komando, "kadang belum bayar sudah nanyain kembaliannya" ujar si Bibi tertawa.

Hari itu kelihatan berjalan lebih cepat karena didorong oleh rasa harap-harap cemas menyonsong terjun malam. Nanok bersama 30 Karbol lainnya berada di truk paling depan karena kebagian terjun sortie pertama.

Cuaca sedikit berawan diselingi angin dingin kemarau, membuat para karbol tidak kegerahan. Memasuki Lanud Hussein jantung mereka semakin berdebar kencang. Apalagi setelah melihat pesawat bermesin dua Ilyusin Il-14 Avia T-417 buatan Chekoslovakia yang siap membawa para karbol.

Pukul 19.00 sortie pertama sudah disiapkan didalam Wisma Sompil Basuki yang tempatnya lebih terang. Biasanya kalau siang hari, persiapan dilakukan didepan unit pemadam kebakaran. Sortie pertama terdiri dari 30 peterjun yang terbagi dalam dua run dengan setiap run 15 orang. Nanok yang semula menjadi orang ke-15 dalam run pertama, oleh pelatih dipindah menjadi orang pertama run kedua. Setelah persiapan dianggap cukup, penerjun diminta berdoa dan kemudian masuk ke dalam perut pesawat Avia T-417 yang diterbangkan oleh Lettu Pnb.Chris. Pesawat kemudian tinggal landas menuju dropping zone.

Didalam pesawat semua siswa menyanyi dengan suara yang tidak jelas nadanya, yang penting keras. Terlihat sekali bahwa mereka dilanda stress tinggi. Sampai-sampai maksudnya menyanyikan lagu Halo Halo Bandung malah ujungnya jadi Maju Tak Gentar

Beep..beeeepp! Lampu merah menyala.

"Penerjun siapp!" Teriak jumpmaster.
"Pasaang pengait!"

Para karbol langsung memasang pengait parasut statik pada kawat baja yang terbentang dari depan ke belakang.

"Periksa kelengkapan!" Jumpmaster kembali berteriak. Pemeriksaan terakhir dilakukan.

"Groooooggggg..!"

Pesawat mendadak berguncang hebat persis diatas runway Margahayu, semua membisu. Rupanya cuaca diluar tidak bersahabat yang membuat pesawat berguncang keras, disisi lain menambah ketegangan bagi para karbol. Yang sebelumnya sudah tegang sekarang makin tegang lagi.

Beeeeeeppp.!!

Lampu hijau menyala!

Pesawat bergerak dari arah barat dan peterjun pertama bergerak cepat dan meloncat dari bibir pesawat dilanjutkan dibelakang dan seterunya. Pastilah mereka menyaksikan kelap kelip lampu-lampu rumah disekitar Margahayu dan terpaan angin dingin. Kemudian pesawat berputar untuk menerjunkan run kedua.

"Satu ribu..dua ribu..tiga ribu..empat ribu.."

"Hupp..alhamdulilah.." Payung membuka dengan sempurna dan tinggal memikirkan pendaratan.

"Kaki rapat..kepala simpannn!"

"Suara sound system dari bawah mengingatkan para penerjun merapatkan kaki dan menekukkan kepala, siap mendarat jelas sekali terdengar" kenang Nanok.

"Saya penerjun pertama run kedua, mendarat dengan baik ditengah-tengah runway. Didalam hati saya bertanya, kemana penerjun no.15? Saya rasakan saat itu angin dingin bertiup kencang menandakan akan datangnya hujan".

Tidak berpikir lebih lama lagi, Nanok segera membereskan payung dan perlengkapannya dibantu anak-anak kolong yang cukup diberi duit cepek-an. Beres melipat payung, Nanok bergegas keposisi DZ Master untuk melapor. Dia menjadi orang pertama run kedua yang melapor karena secara kebetulan tepat mendarat di tengah.

Karena belum banyak penerjun run pertama yang melaporkan diri saat Nanok melapor, ia melihat para pelatih mulai gelisah termasuk kepala sekolah terjun Mayor Psk.Mulyono. Dengan pengalamannya sekian tahun, tentulah para pelatih saat itu sudah tau bahwa penerjunan malam itu sesungguhnya sudah overshoot.

Akibatnya, sejumlah peterjun jatuh ke dalam sungai dan di kampung dekat pangkalan. Suasana semakin mencekam ketika hujan lebat mendadak turun, mengguyur Margahayu seperti ditumpahkan dari langit saja derasnya. Tidak mau ambil resiko, run selanjutnya dibatalkan dan semua dikonsentrasikan melakukan pencarian peterjun yang belum melapor. Ada dua peterjun karbol yang tidak kunjung muncul melapor.

Dari hasil pencarian besar-besaran malam itu, dinyatakan bahwa dua peterjun atas nama Sersan Taruna Karbol Suwarno dan Sersan Taruna Karbol Cornelius Andreas jatuh kedalam sungai Citarum dan tenggelam.

Operasi SAR yang dilanjutkan keesokan harinya menemukan jenazah Suwarno pada pukul 7 pagi 31 Agustus 1968 dan jenazah Cornelius Andreas keesokan harinya dijam yang sama. Mereka berdua gugur masuk ke dalam sungai Citarum yang deras, tidak sempat menyelamatkan diri akibat lilitan payung terjun dan perlengkapan lainnya yang berat. Kedua jenazah kemudian dikebumikan di kampung halamannya masing-masing. Penerjunan kembali dilaksanakan pada tanggal 3 September dan selesai keesokan harinya. Gugurnya kedua karbol ini membuat Bogowonto kembali berduka karena harus kembali kehilangan rekan seperjuangan. Bersambung...


Demikianlah 2014 Mudah - mudah bermanfaat buat sahabat sekalian.

Jika Anda menyukai Artikel di Website ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Inspirasi Tanpa Henti

Kisah Sejati Pasukan Paskhas TNI AU - Nanoek Soeratno (Bagian 2)

L D K
Karbol AAU yang masuk tahun 1966 ini kemudian disebut sebagai Angkatan 69 mengikuti tahun kelulusan mereka yaitu tahun 1969. Suasana politik yang tidak menetu dalam negeri, ditambah pekik perang yang dikumandangkan Presiden Soekarno dalam kampanye Trikora dan Dwikora telah membawa imbas kepada TNI. Ancaman perang dengan Belanda disusul dengan Inggris dalam Dwikora, memaksa pemerintah kala itu mengenjot penambahan perwira di ketiga angkatan dan Polri. Selain untuk alasan perang, puluhan alutsista yang didatangkan oleh AURI dari Soviet, Polandia, Chekoslovakia dan China jelas harus diawaki. Itulah sebanya mengapa jumlah perwira dari Angkatan 67 dan 68 sangat banyak. Rata-rata disetiap Angkatan meluluskan sekitar 400-an perwira remaja. Khusus Angkatan 68 bahkan mencapai 430 orang.

Bagi Nanok dan kawan-kawannya, jumlah yang besar ini jelas membuat tidak nyaman. Bayangkan, dengan perbandingan angkanya saja bisa terjadi satu Karbol Angkatan 69 ditangani oleh oleh dua Krabol Angkatan 68. Itulah tembok tinggi yang harus dilalui oleh Angkatan 69 yang tidak hanya terjadi selama masa pendidikan di AAU akan tetapi juga lanjut hingga saat kedinasan.

Latihan Dasar Kemiliteran dilaksanakan selama 5 bulan di basis AAU. Selama 5 bulan itu, materi yang diberikan diarahkan kepada pengenalan dan pemahaman tentang dasar-dasar kemiliteran mulai dari baris berbaris, pengenalan senjata, potong kompas, hingga long march. Materi akademis sama sekali belum disentuh. Dalam kehidupan sehari-hari selama LDK, Karbol juga dibiasakan dengan tatanan militer yang ketat, khususnya soal disiplin. Mereka diharuskan melayani seniornya, termasuk saat akan makan. Kemungkinan kesalahan akan selalu terjadi, atau bisa juga kesalhan dicari-cari oleh senior, yang ujungnya adalah hukuman. Mereka juga diwajibkan jaga piket. Drai fase-fase pertama ini diharapkan para Karbol mulai memahami kehidupan di militer yang penuh dengan disiplin dan hirarki ketat antara senior dan yunior. Dalam fase ini mereka diberi pangkat Prajurit Taruna Karbol.

Untuk program ekstrakurikuler dan tata kehidupan di AAU, ditangani oleh Resimen Karbol yang waktu itu Komandan Resimen dijabat oleh Mayor Pnb. Sudjatio Adi. Sedangkan intern Karbol dibentuk Resimen Korps Karbol beranggotakan para Karbol Senior. Saat itu Komandan Resimen Korps Karbol dipegang oelh Sersan Mayor Udara Karbol Ignatius Basuki dari Angkatan 66.

Akhirnya LDK yang melelahkan selama 5 bulan berakhir sudah, dan dilanjutkan dengan Latihan Berganda.


WABAH BERI-BERI
Buruknya asupan gizi yang diterima Karbol ini akhirnya berakibat fatal. Hampir sebagian Karbol diagnosa terkena penyakit beri-beri. Kasus ini terungkap secara tidak sengaja saat dilaksanakan kegiatan ekstrakurikuler dilapangan upacara yang dikenal dengan nama ground parade AAU.

Gara-garanya seorang Karbol senior, Sermatar Karbol Affendi melihat bahwa calon Karbol kok lemes-lemes dan berdirinya seperti sempoyongan, tidak gagah seperti yang diharapkan. Lalu para Karbol senior memerintahkan yuniornya untuk membuka sepatu. Benar saja, terlihat diantara Karbol banyak yang kakinya pada bengkak, diduga Pratar Karbol ini terkena beri-beri. Kejadian ini segera dilaporkan ke Resimen Karbol yang selanjutnya diadakan pemeriksaan kesehatan. Secara gampang, beri-beri dapat dideteksi dengan cara menekan-nekan permukaan kulit seperti gerakan memijit. Bagi yang terkena beri-beri, biasanya bagian kulit yang ditekan tidak akans egera kembali keposisi semula alias tetap mblesek.

Kaget dengan temuan ini, Resimen Krabol segera melaporkan temuan itu kepada Gubernur AAU. Dokter pun langsung dikirim untuk melakukan pemeriksaan. Benar saja, hasil pemeriksaan dokter kemudian menyatakan bahwa lebih dari separuh Karbol yang sedang menjalani LDK terkena penyakit beri-beri. Mako AAU segera mengambil tindakan dengan memberikan pengobatan terhadap para Karbol. Karena memang tidak ada obat khusus untuk penderita beri-beri selain segera memperbaiki asupan gizinya, langkah kedalam pertama yang dilakukan AAU adalah melakukan pembenahan dibagian pengurus makanan Karbol. Entah ada hubungannya atau tidak, tidak lama kemudian ada pergantian personel dibagian Pemeliharaan Personel AAU.

Dapur rupanya telah menjadi sumber korupsi dengan terjadinya permainan dalam pembelian bahan makanan. Kualitas dan kuantitas makanan dipermainkan dengan mengorbankan jumlah asupan gizi yang semestinya diterima oleh Karbol. Kurangnya memakan daging membuat para Karbol mengalami kondisi gizi buruk. Bagian pemeliharaan personel adalah unit yang dituduh melakukan kecurangan.

Tindakan korektif tidak hanya dilakuakn oleh pihak Mako AAU. Para Pratar Karbol pun dilibatkan dalam proses pembenahan. Nanok dan teman-temannya kebagian tugas piket dapur dengan tanggungjawab mengawasi proses masak memasak agar tidak terjadi lagi penyimpangan. Bagi yang Piket diberi tanda khusus sabuk bertuliskan DC (Dinas Chusus) dilengan kirinya.

Setelah kejadian itu, secara beransur-ansur mulai ada kualitas penambahan asupan gizi. Setidaknya mulai ada daging, ayam, atau telur dalam menu makanan yang disajikan. Bisa dikata sejak peristiwa itu, urusan gizi dalam makanan sudah membaik, meski masih jauh dari ideal.


LATIHAN BERGANDA BERUJUNG PETAKA
Dilaksanakan secara simultan setelah LDK, Latihan Berganda (LB) dilaksanakan diawal JUli 1966 selama 6 hari di dua tempat yaitu Congot dan Kaliurang. LB sesuai dengan namanya adalah jenis latihan yang dilaksanakan didua medan yaitu darat dan perairan dengan sasaran akhir agar peserta memahami pola operasi di berbagai medan dan sebagai akumulasi dari latihan-latihan sebelumnya, baik secara perorangan maupun beregu.

Pada hari ke-3 di Congot, calon Karbol mengikuti materi pengenalan menembak senjata kelompok. Sebagai senjata demonstrasi digunakan sebuah recoilless gun buatan China. Senjata sepanjang 2 meter tersebut mempunyai ciri khas tidak bergerak apabila ditembakkan karena ada semburan api ke belakang sebagai penyeimbang.

Memang recoilless gun adalah sistem senjata peluncur hulu ledak isian tabung hampa yang mengaplikasikan prinsip senjata tanpa tolak balik. Senjata ini ber Type 65 kaliber 82mm, yang mrupakan kopian dari B-10 Soviet. Senjata ini memiliki berat 28.2 kg dan dilengkapi tripod serta tidak memeliki roda penarik seperti halnya B-10.

Dalam penembakan hari itu, para Karbol dipecah kedalam dua kelompok, masing-masing disisi kanan dan kiri senjata. Sebelum ditembakkan, pelatih persenjataan Lettu Sen.Abdulrahman meyakinkan kembali bahwa senjata sudah aman, sejauh tidak ada yang berdiri dibelakang senjata. Saat itu Nanok berdiri disisi kiri senjata, setelah persiapan selesai, saat-saat penembakan pun akan segera dimulai. Ketika itulah kemudian Nanok beringsut kesamping menjauh dari posisi senjata, sementara teman-temannya yang lain seperti membeku pada posisinya.

10, 9, 8, 7.......Booomm!!
" Aduhhhh..!"
"Tolong...tolong....!"
Suara menggelegar memecah keheningan Pantai Congot, namun disertai jeritan minta tolong yang menyayat hati.

"Tolong...tolong....!"
Terdengar suara Karbol berteriak meminta tolong namun tidak jelas siapa karena penglihatan terhalang oleh asap dan debu pasir yang beterbangan. Para Karbol berlarian mencari asal suara.

Akhirnya mereka menemukan pemandangan yang mengenaskan. Beberapa rekan mereka terkapar berlumuran darah disamping senjata yang masih mengepul. Ternyata peluru recoilless gun meledak sekitar beberapa meter didepan laras sehingga pecahannya langsung menghantam tubuh para Karbol yang berdiri di kiri dan kanan senjata. Impak proyektil itu juga mengakibatkan berhamburannya pasir pantai yang kemudian turun seperti hujan. Dalam tragedi ini, tercatat 14 Pratar Karbol menjadi korban dimana tiga diantaranya meninggal dunia. Nanok untung saja beringsut menjauh disaat-saat terakhir, jika tidak mungkin saja dia juga menjadi korban. Korban yang terluka segera dilarikan ke RS.Bethesda di Yogyakarta. 2 Pratar Krabol meninggal dunia ditempat kejadian, sementara Pratar Karbol Nana Suganda menghembuskan nafasnya dalam perjalanan ke RS.Bethesda.

Saat itu Resimen Karbol AAU telah menyiapkan 4 peti jenazah, untunglah hanya terpakai 3 saja. Peti terakhir sedianya disediakan untuk Pratar Karbol Soeprijatmo, yang sudah sempat menerima sakramen minyak suci, sebuah ritual keagamaan bagi penganut Roma Katholik untuk umatnya yang diprediksi akan meninggal dunia.

"Saya tahu saya terluka parah dan mengeluarkan banyak darah, saya hanya berguman dalam hati, darah saya cukup ngga sampai ke Bethesda?" kenang Marsekal Pertama (Purn) I.Soeprijatmo 34 tahun kemudian. Sebagai asli Jogja, Soeprijatmo tahu pasti berapa lama waktu yang dibutuhkan berkendara dari Pantai Congot di Selatan ke RS.Bethesda.

Peristiwa Congot ini dikemudian hari tidak pernah bisa dilupakan oleh Angkatan 69, karena menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perjalanan karir mereka. Adapun nama lengkap Karbol yang menjadi korban dalam peristiwa Congot adalah :
- Prajurit Taruna Karbol Imam Suhadi ( Gugur )
- Prajurit Taruna Karbol Eliza Suprapto ( Gugur )
- Prajurit Taruna Karbol Nana Suganda ( Gugur )
- Prajurit Taruna Karbol Mochammad Gazi ( Terluka )
- Prajurit Taruna Karbol Hari Suhardjo ( Terluka )
- Prajurit Taruna Karbol Ignatius Soeprijatmo ( Terluka )
- Prajurit Taruna Karbol Amir Damiri ( Terluka ) : ( Kakak Mayjen Purn. Adam Damiri )
- Prajurit Taruna Karbol Saliman Sudjoko ( Terluka )
- Prajurit Taruna Karbol Munir Umar ( Terluka )
- Prajurit Taruna Karbol Kashmir KW. ( Terluka )
- Prajurit Taruna Karbol Imam Subagyo ( Terluka )
- Prajurit Taruna Karbol Abudin Nawawi ( Terluka )
- Prajurit Taruna Karbol Andi Zainuddin ( Terluka )
- Prajurit Taruna Karbol Darno ( Terluka )

Tidak jauh dari Pantai Congot mengalir Sungai Bogowonto yang airnya bermuara ke Samudera Hindia. Selain menjadi tempat mendirikan tenda selama latihan dan tempat mandi karbol usai latihan, disungai ini juga diadakan latihan regu dan bivak. Bnayak kenangan kebersamaan diantara para Karbol selama masa singkat berlatih di Congot. Disambung kenangan duka atas gugurnya tiga rekan mereka dan masa-masa indah kenangan selama 2 hari, meninggalkan kesan mendalam bagi Angkatan 69 terhadap Bogowonto. Pada tahun 1985, akhirnya mereka sepakat dengan menamakan komunitas alumni AAU 1969 dengan nama Paguyuban Bogowonto 69.

Meski bersedih, the show must go on. Tak lama kemudian para Karbol melaksanakan long march ke Kaliurang, yang merupakan fase terakhir dari LB. Di Kaliurang dilaksanakan materi perang hutan di medan pegunungan yang dingin dan basah seperti turun tebing dan sebagainya. Selesai di Kaliurang, tidak serta merta naik truk kembali keasrama, tetapi diturunkan di dekat Hotel Ambarukmo. Disini telah siap Drumband AAU yang menjemput yuniornya menuju asrama Karbol yang berjarak sekitar 10 kilometer.

Jika dihitung sejak masuk pendidikan di bulan Februari 1966, berarti sekita 6 bulan para Karbol muda ini digojlok habis-habisan oleh pelatih dan senior mereka. Selama itu pula mereka tidak berhubungan sama sekali dengan dunia luar. Dari awalnya seorang civilian yang lugu dan cengengesan, pendidikan keras selama enam bulan itu akhirnya mengubah mereka menjadi lebih tegas, gagah, dan berkarakter.

Setelah kembali ke basis di AAU, untuk selanjutnya latihan Dasar Kemiliteran ditutup secara resmi dan semua Pratar Karbol mendapat kenaikan pangkat menjadi Kopral Taruna Karbol. Diakhir penutupan upacara kemudian diumumkan bahwa semua Karbol mendapat cuti selama 1 minggu penuh.

Alangkah lelahnya...

Ibu, Ayah....anakmu akan pulang...Anakmu kini sudah menjadi "orang".



Demikianlah 2014 Mudah - mudah bermanfaat buat sahabat sekalian.

Jika Anda menyukai Artikel di Website ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Inspirasi Tanpa Henti

 

© 2013 Inspirasi Tanpa Henti. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top