KENANGAN SUSLAPA
Sudah menjadi resiko pilihan hidup sebagai seorang tentara untuk selalu dihadapkan kepada tugas yang tiada henti. Karena tak lama setelah kembali dari Timtim, Nanok harus mengikuti kejuaraan terjun payung nasional yang diadakan di Bogor. Selesai mengikuti Kejurnas Terjun Payung di Bogor, Nanok kembali ke kesatuannya di Bandung. Beberapa hari kemudian Nanok menerima Surat Perintah untuk mengikuti Kursus Lanjutan Perwira (Suslapa) Infanteri di Pusat Pendidikan Infanteri Angkatan Darat di Cipatat. Kursus ini diperuntukkan bagi perwira TNI-AD (khususnya) yang akan mendapatkan promosi dari Golongan 7 (Kapten) ke Golongan 6 (Mayor). Kursus ini merupakan jenjang kursus tertinggi dimasing-masing kecabangan, misalnya Suslapa Infanteri adalah kursus tertinggi di kecabangan Infanteri. Perwira yang menjadi siswa dalam pendidikan ini disebut Pasis (Perwira Siswa).
Juni 1976, Nanok memasuki gerbang Pusdikif Cipatat, Bandung guna mengikuti pendidikan reguler selama 6 bulan. Salah satu persyaratan mengikuti Suslapa Infanteri adalah, sudah berpangkat Kapten atau Mayor dengan masa dinas minimal 9 tahun. Saat itu Nanok sudah berpangkat Kapten dana memegang jabatan komandan kompi.
Sudah menjadi resiko pilihan hidup sebagai seorang tentara untuk selalu dihadapkan kepada tugas yang tiada henti. Karena tak lama setelah kembali dari Timtim, Nanok harus mengikuti kejuaraan terjun payung nasional yang diadakan di Bogor. Selesai mengikuti Kejurnas Terjun Payung di Bogor, Nanok kembali ke kesatuannya di Bandung. Beberapa hari kemudian Nanok menerima Surat Perintah untuk mengikuti Kursus Lanjutan Perwira (Suslapa) Infanteri di Pusat Pendidikan Infanteri Angkatan Darat di Cipatat. Kursus ini diperuntukkan bagi perwira TNI-AD (khususnya) yang akan mendapatkan promosi dari Golongan 7 (Kapten) ke Golongan 6 (Mayor). Kursus ini merupakan jenjang kursus tertinggi dimasing-masing kecabangan, misalnya Suslapa Infanteri adalah kursus tertinggi di kecabangan Infanteri. Perwira yang menjadi siswa dalam pendidikan ini disebut Pasis (Perwira Siswa).
Juni 1976, Nanok memasuki gerbang Pusdikif Cipatat, Bandung guna mengikuti pendidikan reguler selama 6 bulan. Salah satu persyaratan mengikuti Suslapa Infanteri adalah, sudah berpangkat Kapten atau Mayor dengan masa dinas minimal 9 tahun. Saat itu Nanok sudah berpangkat Kapten dana memegang jabatan komandan kompi.
Dis Suslapa, Nanok kembali bertemu dengan beberapa perwira AD yang sebelumnya sama-sama bertugas di Timtim, seperti Kapten Inf.Shamsul dan Kapten Inf.Sunarto dari Kopassandha. Saat itu Kopasgat mengirimkan tujuh perwiranya guna mengikuti Suslapa Infanteri dengan komposisi campuran dari alum ni AAU 68, 69, dan 70. Salah satu teman dekat Nanok saat mengikuti Suslapa ini adalah Kapten Inf.Agum Gumelar, seorang perwira baret merah alumni Akmil 68. Meski Nanok tergolong yunior dan berasal dari matra yang berbeda, namun keakraban dengan cepat terjalin diantara mereka berdua. Keduanya seperti dua sisi mata uang. Dalam bahasa Pak Agum, mungkin karena sama-sama orang lapangan sehingga karakter kami serupa. "Orang lapangan itu biasanya sejenis, setipe sehingga sama-sama paham karakter masing-masing." ujar Jenderal (Purn) Agum Gumelar.
Sebagai sesama prajurit komando, keduanya juga mempunyai sikap serupa dalam hal kepemimpinan. Hal ini terlihat jelas dari sikap keduanya yang lebih menonjol dan cenderung memimpin dalam tugasan yang diberikan. Hanya saja karena sifat iseng mereka berdua yang juga lumayan tinggi, kelebihan itu kadang dimanfaatkan mereka untuk kepentingan pribadi. Ambil contoh jika ada tugasan kelompok, mereka berdua selalu tampil diawal dengan memberikan arahan kepada rekannya tentang apa yang harus dikerjakan, setelah itu, ngabur cari hiburan, biasanya main billiard.
Hobi main billiard ini bukan hanya sekali dua mereka lakoni. Sehabis apel malam, dengan menumpang mobil, mereka acapkali keluar menuju kota Bandung untuk bermain billiard. Karena keasyikan, tak jarang mereka pulang hingga larut malam. Padahal aturan mess sangat keras dan menggaris bawahi bahwa Pasis dilarang pulang larut malam.
Bukan Agum dan Nanok namanya jika tidak bisa mengakali penjaga mess. Setiap kembali larut malam, mereka tidak pernah lupa membawakan oleh-oleh untuk penjaga gerbang semisal rokok atau makanan kecil. Selalu begitu dan terjadi beberapa kali. Sampai suatu hari, salah seorang penjaga keceplosan bercerita dengan polosnya kepada Komandan Pusdikif Kolonel Inf.Edi Sudrajat. Katanya, Pasis sekarang baik-baik seperti Pak Agum dan Pak Nanok, yang kalau pulang malam selalu membawakan makanan untuknya. Penjaga tersebut hanya bercerita tanpa maksud menjelek-jelekan keduanya, namun tanpa ia sadari kepolosannya justru menjadi semacam laporan kepada pimpinan tentang sikap dan disiplin Pasis. Sebagai akibatnya, Agum dan Nanok kemudian dipanggil dan mendpaat teguran.
"Kalian berdua suka pulang terlambat ya?" tegur Pak Edi. Pak Edi kemudian membeberkan fakta yang diterimanya termasuk "sogokan" kepada petugas jaga gerbang. Tnapa bisa beralibi lagi, mereka berdua hanya bisa berkata siap!..siap!. Mereka pun mengakui kesalahannya dan mendapatkan hukuman. Sebagai sanksi, tidak boleh pesiar selama sebulan penuh. Dengan kata lain, selama sebulan tidak boleh meninggalkan mess.
Rupanya hukuman sebulan itu tidak membuat mereka jera. Keusilan rupanya sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Sebulan "dipenjara" tidak boleh keluar mess, tentu membuat mereka suntuk juga. Entah kebetulan atau tidak, Agum mendapat pinjaman proyektor beserta beberapa kaset video dari temannya di Bandung. Tidak hanya dipinjami film perang, terselip juga beberapa film abu-abu. Mereka menonton ramai-ramai, yang menurut Agum, digilir dari satu peleton ke peleton lainnya. Termasuk petugas pelayan asrama Mang Sata dan kawan-kawannya, juga diajak nonton. Mungkin dia pikir daripada bengong tidak ada kerjaan, mending nonton bareng. Wah, seru juga nonton film perang diselingi film gituan yang bisa membangkitkan birahi.
Tanpa mereka ketahui, Komandan Pusdikif Pak Edi (Komandan ke-21 1974-1980), tahu-tahu mendatangi mess dan mencari Mang Sata. Pak Edi bolak balik mencari Mang Sata namun tidak ketemu, yang mestinya sebagai pelayan asrama dihari libur begini ada ditempat. Kesal tidak berhasil menemukan Mang Sata, Pak Edi pun pergi meninggalkan mess.
Besoknya, Mang Sata di panggil oleh Pak Edi. Dengan perasaan tak menentu Mang Sata menemui sang komandan dan mendapatkan teguran akibat ketidak disiplinnya.
"Kamu semalam kemana dicari-cari kok ndak ada?" tegur Pak Edi.
"Anu Pak...lagi nonton film pak" jawab Mang Sata.
"Dimana? yang bawa film siapa?"
Mang Sata pun mengakui bahwa ketika dicari ia sedang menonton film abu-abu.
"Pak Agum, Pak!" jawab Mang Sata sambil ketakutan.
Tidak lama, Agum kemudian dipanggil menghadap. Perasaan Agum sudah tidak menentu menerima panggilan sang komandan, "mati aku" gumannya dalam hati. Agum pun masuk dan dipersilahkan duduk.
"Gum, aku dengan kamu bawa film blue ya?!" sergah Pak Edi.
Kaget sekali Agum dicocor begitu. Dalam hatinya sudah pasrah, habis sudah karirnya pikirnya dalam hati.
"Siap..benar komandan!" jawab Agum pasrah.
"Dimana itu sekarang?" tanya Pak Edi lagi.
"Siap. ada dikamar"
Pak Edi diam, yang bagi Agum bagaikan kesunyian yang mencekam.
"Gum, boleh aku pinjam nggak?" sambung Pak Edi
Alhamdulilah....setengah berteriak dalam hatinya, ucapan Pak Edi bagaikan seteguk air dingin membasahi tenggorokan Agum yang tadi kering mendadak. Akhirnya Agum dan Nanok selamat dari kemungkinan hukuman yang akan mereka terima.
KEMBALI KE BAUCAU
Sebenarnya usai mengikuti Suslapa, hampir saja Nanok kembali akan mengikuti sekolah lagi jika tidak dilarang oleh komandannya. Ketika itu ia diproyeksikan mengikuti sekolah intelijen. Namun usulan itu ditepis oleh Kepala Staf Kopasgat Kolonel Psk. HJ.Sukarseno dengan alasan, kapan Nanok akan dirumah jika diperintahkan keluar terus? Perintah itu ternyata bermakna luas. Rupanya Nanok sudah diproyeksikan untuk kembali lagi ke Timtim.
Sebagai komandan Kompi 1 Batalion 2 Resimen 1 Kopasgat Bandung, Kapten Psk.Nanok sudah mempersiapkan diri tidak lama setelah tahu ia akan dikirm ke Baucau. Pasukan yang akan diberangkatkan berkekuatan 1 Batalion gabungan dengan komandan Mayor Psk. Supawan dari Batalion 1. Batalion ini merupakan gabungan kompi yang ada di Jakarta dan Bandung dengan masing-maisng satu kompi tempur dan satu kompi markas dari Jakarta. Mungkin untuk alasan efektivitas mobilitas pasukan, setiap personel hanya membawa senjata perorangan AK-47 dengan magazine terisi penuh serta ransel perorangan. Untuk perwira ditambah piston FN-45.
Pada tahun 1983, Kompi dari Jakarta ini kembali diberangkatkan ke Buacau secara mendadak karena ada laporan hilangnya perwira Kopasus di wilayah Baucau. Dalam kenangan Kapten Psk.(Purn) Ary Susanto, pemberangkatan itu sangat mendadak tanpa mereka sempat mempersiapkan diri dan perbekalan serta menyampaikan kepada keluarga. Pagi itu, kenang Ary, kompinya melaksanakan lari pagi usai melaksanakan apel. Baru sampai di area Terminal Haji, mereka dihampiri oleh petugas piket yang datang tergesa-gesa. "Ayo, balikkk..balikkk...diperintahkan kumpul dilapangan apel!" Kompi ini pun langsung balik kanan berlarian ke markas.
Dimarkas sudah menunggu komandan kompi Kapten Psk.Daromi. "Ambil ransel masing-masing..tidak boleh ada yang pulang!" Perintah itu begitu tegas dan diterima dengan mimik muka bertanya-tanya. Ada apa gerangan? Mau kemana mereka? Apa yang terjadi?
" Dan..ransel saya dirumah!" ujar Koptu Aten menyela.
"Sudah..pakai ransel saya saja..nggak usah pulang!" suara Kapten Daromi lebih keras menandakan situasinya memang benar-benar emerjensi.
Maka jadilah Koptu Aten membawa ransel milik komandannya lengkap dengan isinya, plus sebuah jaket dengan pangkat Kapten nempel dipundaknya. Kompi ini kemudian diperintahkan mempersiapkan diri di Batalion menunggu arahan selanjutnya.
Mereka boarding dengan pikiran dipenuhi seribu pertanyaan. Dipesawat mereka hanya diberitahu bahwa akan mengikuti penerbangan selama lima jam tapi tidak disebutkan tujuan dan misinya. Tahu-tahu pesawat sudah mendarat dan baru mereka sadar sudah di Baucau.
Kenapa di Baucau? Masih belum ada penjelasan, mereka kemudian disuguhi sarapan pagi karena memang sejak keberangkatan belum sempat sarapan. Barulah setelah itu ada pemberitahuan, bahwa mereka akan disiagakan dalam misi pencarian Kapten Inf. Prabowo Subianto yang diinfokan hilang. Sampai saat itupun mereka tidak tahu dengan pasti. Siapa itu Prabowo? Kenapa harus diselamatkan dengan begitu tergesa-gesa? Sebelum akhirnya ada penjelasan lebih lanjut tentang identitas Kapten tersebut. Dari pemberangkatan yang begitu terburu-buru dan persiapan seadanya, kompi ini baru dipulangkan tiga bulan kemudian.
Nanok sendiri dalam susunan Batalion dipercaya sebagai Kasi-2 yang membidangi masalah operasi. Karena pasukan yang diberangkatkan lumayan besar, tiga orang perwira yaitu Nanok, Kasi-4/Logistik Lettu Psk. Made Sudana, dan Wakil Komandan Kapten Psk.Adi Mardiadi dikirim lebih dulu ke Baucau sebagai tim advance dengan menumpang Hercules. Bersama mereka juga diberangkatkan delapan personel spesialist dengan posisi sebagai gunner di pesawat. Diantaranya, Serda Maryono, Serda Yanuar, Koptu Suparminto, dan Koptu Imam Suprayitno. Tim advance bertugas menyiapkan segala sesuatuanya untuk merelokasi batalion di lokasi penugasan. Sementara Komandan Batalion Mayor Psk.Supawan, Kasi-1/Intel Kapten Psk.Rudol Malo, Kasi-3/Personel Kapten Psk.Suwandi, dan seluruh komponen batalion diberangkatkan menggunakan kapal laut mili Pelni, KM Sunan Gunung Jati.
Layaknya sebuah Batalion, kelengkapan dibawa sangat banyak termasuk jip dan truk, senjata berat, senapan mesin, dan kawanan anjing pelacak. Tugas Batalion disana selain mengamankan alutsista TNI-AU di Baucau, juga ikut dalam operasi teritorial bersama Resimen Pertempuran 18 (RTP-18) Kostrad di Baucau. Untuk itu, satu kompi di-BKO kan dengan tugas merebut Gunung Matabian Mane yang disana juga sudah ada Yonif Linud 320, Yonif 312, dan Yonif Linud 700/Raiders.
Last edited by: gramedkaskus 26-02-2014 16:37
BERATNYA BERTAHAN
Untuk pengamana Lanud dari ancaman terhadap keselamatan penerbangan, batalion mendapat perkuatan satu peleton BP Yonkav TNI-AD menggunakan Ranpur Intai Ferret Mk2 Scout Car, FV601 Saladin yang dilengkapi kanon 76mm dan FV603 Saracen untuk mobilitas personel. Selain itu juga diserahterimakan pengoperasian kanon anti serangan udara Triple Gun 20mm buatan Hispano Suiza Swiss, senapan mesin DSHK-38 12.7mm dan beberapa senjata bantuan lainnya. Sebagai Kasi-2 Batalion, Nanok mendapatkan callsign Wisanggeni.
Pada tahun 1978, ABRI bisa dikatakan sudah menguasai seluruh wilayah Timtim. Namun karena para pejuang Fretilin meninggalkan kubunya dan lari ke hutan dan gunung, operasi yang dilaksanakan ABRI lebih banyak tertumpu kepada operasi pengejaran dan anti-gerilya. Untuk itulah, ABRI membutuhkan dukungan pasukan yang sangat banyak, dan menjadi tanggungjawab Kopasgat lah untuk bisa mengamankan Lanud Baucau dari sevarang ancaman keselamatan penerbangan.
Pengamanan dilakukan 24 jam tanpa henti.Patroli terus digelar dari waktu ke waktu untuk menyisir wilayah-wilayah disekitar Lanud. Jangan sampai kelengahan personel potensi ancaman berkembang menjadi nyata. Kondisi seperti ini sangat menegangkan dan selalu menghadirkan rasa khawatir. Musuh bisa datang dari arah mana saja tidak terduga, sementara karena dalam posisi bertahan, musuh mungkin saja bisa "membaca" gerakan pasukan Kopasgat. Kondisinya sangat berbeda dalam kontak senjata secara frontal dimana posisi musuh bisa diketahui.
PEREBUTAN MATABEAN DITEGUR OLEH WIRANTO
Salah satu operasi terberat yang digelar ABRI selama di Timtim adalah ketika operasi di wilayah sekitar Baucau pada akhir 1978 yaitu perebutan Gunung Matabian Mane yang memiliki elevasi 1.849 meter dari permukaan laut. Matebian adalah gugus pegunungan yang berdiri kokoh diselatan Buacau. Matebian memiliki dua puncak yaitu Matebian Mane dan Matebian Feto. Untuk merebut pegunungan ini yang berkarakter lembah-lembah terjal dan masih perawan, RTP-18 pimpinan Kolonel Inf. Sembiring Meilala yanga kala itu membawahi 13 batalion, mengirimkan seluruh kekuatannya.
Sadar medan yang akan dihadapi sangat berat, markas RTP-18 menyiapkan rencana operasi dengan seksama. Sebelu operasi pengepungan atas kedudukan Fretilin di Matabian dilaksanakan dengan menjadi titik balik bagi ABRI, kondisi pauskan terkonsentrasi di sektor barat. Pada paruh pertama 1978, pasukan tersebar dengan jumlah yang sama kuatnya baik disektor barat dan pusat : sementara pengerahan pasukan ditimur jauh lebih rendah. Pada oertengahan 1978, perimbangan kekuatan akhirnya bergeser ke timur, dan 13 batalion tempur ditugaskan di timur dibawah komando RTP 18.
Sebagai sesama prajurit komando, keduanya juga mempunyai sikap serupa dalam hal kepemimpinan. Hal ini terlihat jelas dari sikap keduanya yang lebih menonjol dan cenderung memimpin dalam tugasan yang diberikan. Hanya saja karena sifat iseng mereka berdua yang juga lumayan tinggi, kelebihan itu kadang dimanfaatkan mereka untuk kepentingan pribadi. Ambil contoh jika ada tugasan kelompok, mereka berdua selalu tampil diawal dengan memberikan arahan kepada rekannya tentang apa yang harus dikerjakan, setelah itu, ngabur cari hiburan, biasanya main billiard.
Hobi main billiard ini bukan hanya sekali dua mereka lakoni. Sehabis apel malam, dengan menumpang mobil, mereka acapkali keluar menuju kota Bandung untuk bermain billiard. Karena keasyikan, tak jarang mereka pulang hingga larut malam. Padahal aturan mess sangat keras dan menggaris bawahi bahwa Pasis dilarang pulang larut malam.
Bukan Agum dan Nanok namanya jika tidak bisa mengakali penjaga mess. Setiap kembali larut malam, mereka tidak pernah lupa membawakan oleh-oleh untuk penjaga gerbang semisal rokok atau makanan kecil. Selalu begitu dan terjadi beberapa kali. Sampai suatu hari, salah seorang penjaga keceplosan bercerita dengan polosnya kepada Komandan Pusdikif Kolonel Inf.Edi Sudrajat. Katanya, Pasis sekarang baik-baik seperti Pak Agum dan Pak Nanok, yang kalau pulang malam selalu membawakan makanan untuknya. Penjaga tersebut hanya bercerita tanpa maksud menjelek-jelekan keduanya, namun tanpa ia sadari kepolosannya justru menjadi semacam laporan kepada pimpinan tentang sikap dan disiplin Pasis. Sebagai akibatnya, Agum dan Nanok kemudian dipanggil dan mendpaat teguran.
"Kalian berdua suka pulang terlambat ya?" tegur Pak Edi. Pak Edi kemudian membeberkan fakta yang diterimanya termasuk "sogokan" kepada petugas jaga gerbang. Tnapa bisa beralibi lagi, mereka berdua hanya bisa berkata siap!..siap!. Mereka pun mengakui kesalahannya dan mendapatkan hukuman. Sebagai sanksi, tidak boleh pesiar selama sebulan penuh. Dengan kata lain, selama sebulan tidak boleh meninggalkan mess.
Rupanya hukuman sebulan itu tidak membuat mereka jera. Keusilan rupanya sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Sebulan "dipenjara" tidak boleh keluar mess, tentu membuat mereka suntuk juga. Entah kebetulan atau tidak, Agum mendapat pinjaman proyektor beserta beberapa kaset video dari temannya di Bandung. Tidak hanya dipinjami film perang, terselip juga beberapa film abu-abu. Mereka menonton ramai-ramai, yang menurut Agum, digilir dari satu peleton ke peleton lainnya. Termasuk petugas pelayan asrama Mang Sata dan kawan-kawannya, juga diajak nonton. Mungkin dia pikir daripada bengong tidak ada kerjaan, mending nonton bareng. Wah, seru juga nonton film perang diselingi film gituan yang bisa membangkitkan birahi.
Tanpa mereka ketahui, Komandan Pusdikif Pak Edi (Komandan ke-21 1974-1980), tahu-tahu mendatangi mess dan mencari Mang Sata. Pak Edi bolak balik mencari Mang Sata namun tidak ketemu, yang mestinya sebagai pelayan asrama dihari libur begini ada ditempat. Kesal tidak berhasil menemukan Mang Sata, Pak Edi pun pergi meninggalkan mess.
Besoknya, Mang Sata di panggil oleh Pak Edi. Dengan perasaan tak menentu Mang Sata menemui sang komandan dan mendapatkan teguran akibat ketidak disiplinnya.
"Kamu semalam kemana dicari-cari kok ndak ada?" tegur Pak Edi.
"Anu Pak...lagi nonton film pak" jawab Mang Sata.
"Dimana? yang bawa film siapa?"
Mang Sata pun mengakui bahwa ketika dicari ia sedang menonton film abu-abu.
"Pak Agum, Pak!" jawab Mang Sata sambil ketakutan.
Tidak lama, Agum kemudian dipanggil menghadap. Perasaan Agum sudah tidak menentu menerima panggilan sang komandan, "mati aku" gumannya dalam hati. Agum pun masuk dan dipersilahkan duduk.
"Gum, aku dengan kamu bawa film blue ya?!" sergah Pak Edi.
Kaget sekali Agum dicocor begitu. Dalam hatinya sudah pasrah, habis sudah karirnya pikirnya dalam hati.
"Siap..benar komandan!" jawab Agum pasrah.
"Dimana itu sekarang?" tanya Pak Edi lagi.
"Siap. ada dikamar"
Pak Edi diam, yang bagi Agum bagaikan kesunyian yang mencekam.
"Gum, boleh aku pinjam nggak?" sambung Pak Edi
Alhamdulilah....setengah berteriak dalam hatinya, ucapan Pak Edi bagaikan seteguk air dingin membasahi tenggorokan Agum yang tadi kering mendadak. Akhirnya Agum dan Nanok selamat dari kemungkinan hukuman yang akan mereka terima.
KEMBALI KE BAUCAU
Sebenarnya usai mengikuti Suslapa, hampir saja Nanok kembali akan mengikuti sekolah lagi jika tidak dilarang oleh komandannya. Ketika itu ia diproyeksikan mengikuti sekolah intelijen. Namun usulan itu ditepis oleh Kepala Staf Kopasgat Kolonel Psk. HJ.Sukarseno dengan alasan, kapan Nanok akan dirumah jika diperintahkan keluar terus? Perintah itu ternyata bermakna luas. Rupanya Nanok sudah diproyeksikan untuk kembali lagi ke Timtim.
Sebagai komandan Kompi 1 Batalion 2 Resimen 1 Kopasgat Bandung, Kapten Psk.Nanok sudah mempersiapkan diri tidak lama setelah tahu ia akan dikirm ke Baucau. Pasukan yang akan diberangkatkan berkekuatan 1 Batalion gabungan dengan komandan Mayor Psk. Supawan dari Batalion 1. Batalion ini merupakan gabungan kompi yang ada di Jakarta dan Bandung dengan masing-maisng satu kompi tempur dan satu kompi markas dari Jakarta. Mungkin untuk alasan efektivitas mobilitas pasukan, setiap personel hanya membawa senjata perorangan AK-47 dengan magazine terisi penuh serta ransel perorangan. Untuk perwira ditambah piston FN-45.
Pada tahun 1983, Kompi dari Jakarta ini kembali diberangkatkan ke Buacau secara mendadak karena ada laporan hilangnya perwira Kopasus di wilayah Baucau. Dalam kenangan Kapten Psk.(Purn) Ary Susanto, pemberangkatan itu sangat mendadak tanpa mereka sempat mempersiapkan diri dan perbekalan serta menyampaikan kepada keluarga. Pagi itu, kenang Ary, kompinya melaksanakan lari pagi usai melaksanakan apel. Baru sampai di area Terminal Haji, mereka dihampiri oleh petugas piket yang datang tergesa-gesa. "Ayo, balikkk..balikkk...diperintahkan kumpul dilapangan apel!" Kompi ini pun langsung balik kanan berlarian ke markas.
Dimarkas sudah menunggu komandan kompi Kapten Psk.Daromi. "Ambil ransel masing-masing..tidak boleh ada yang pulang!" Perintah itu begitu tegas dan diterima dengan mimik muka bertanya-tanya. Ada apa gerangan? Mau kemana mereka? Apa yang terjadi?
" Dan..ransel saya dirumah!" ujar Koptu Aten menyela.
"Sudah..pakai ransel saya saja..nggak usah pulang!" suara Kapten Daromi lebih keras menandakan situasinya memang benar-benar emerjensi.
Maka jadilah Koptu Aten membawa ransel milik komandannya lengkap dengan isinya, plus sebuah jaket dengan pangkat Kapten nempel dipundaknya. Kompi ini kemudian diperintahkan mempersiapkan diri di Batalion menunggu arahan selanjutnya.
Mereka boarding dengan pikiran dipenuhi seribu pertanyaan. Dipesawat mereka hanya diberitahu bahwa akan mengikuti penerbangan selama lima jam tapi tidak disebutkan tujuan dan misinya. Tahu-tahu pesawat sudah mendarat dan baru mereka sadar sudah di Baucau.
Kenapa di Baucau? Masih belum ada penjelasan, mereka kemudian disuguhi sarapan pagi karena memang sejak keberangkatan belum sempat sarapan. Barulah setelah itu ada pemberitahuan, bahwa mereka akan disiagakan dalam misi pencarian Kapten Inf. Prabowo Subianto yang diinfokan hilang. Sampai saat itupun mereka tidak tahu dengan pasti. Siapa itu Prabowo? Kenapa harus diselamatkan dengan begitu tergesa-gesa? Sebelum akhirnya ada penjelasan lebih lanjut tentang identitas Kapten tersebut. Dari pemberangkatan yang begitu terburu-buru dan persiapan seadanya, kompi ini baru dipulangkan tiga bulan kemudian.
Nanok sendiri dalam susunan Batalion dipercaya sebagai Kasi-2 yang membidangi masalah operasi. Karena pasukan yang diberangkatkan lumayan besar, tiga orang perwira yaitu Nanok, Kasi-4/Logistik Lettu Psk. Made Sudana, dan Wakil Komandan Kapten Psk.Adi Mardiadi dikirim lebih dulu ke Baucau sebagai tim advance dengan menumpang Hercules. Bersama mereka juga diberangkatkan delapan personel spesialist dengan posisi sebagai gunner di pesawat. Diantaranya, Serda Maryono, Serda Yanuar, Koptu Suparminto, dan Koptu Imam Suprayitno. Tim advance bertugas menyiapkan segala sesuatuanya untuk merelokasi batalion di lokasi penugasan. Sementara Komandan Batalion Mayor Psk.Supawan, Kasi-1/Intel Kapten Psk.Rudol Malo, Kasi-3/Personel Kapten Psk.Suwandi, dan seluruh komponen batalion diberangkatkan menggunakan kapal laut mili Pelni, KM Sunan Gunung Jati.
Layaknya sebuah Batalion, kelengkapan dibawa sangat banyak termasuk jip dan truk, senjata berat, senapan mesin, dan kawanan anjing pelacak. Tugas Batalion disana selain mengamankan alutsista TNI-AU di Baucau, juga ikut dalam operasi teritorial bersama Resimen Pertempuran 18 (RTP-18) Kostrad di Baucau. Untuk itu, satu kompi di-BKO kan dengan tugas merebut Gunung Matabian Mane yang disana juga sudah ada Yonif Linud 320, Yonif 312, dan Yonif Linud 700/Raiders.
Last edited by: gramedkaskus 26-02-2014 16:37
BERATNYA BERTAHAN
Untuk pengamana Lanud dari ancaman terhadap keselamatan penerbangan, batalion mendapat perkuatan satu peleton BP Yonkav TNI-AD menggunakan Ranpur Intai Ferret Mk2 Scout Car, FV601 Saladin yang dilengkapi kanon 76mm dan FV603 Saracen untuk mobilitas personel. Selain itu juga diserahterimakan pengoperasian kanon anti serangan udara Triple Gun 20mm buatan Hispano Suiza Swiss, senapan mesin DSHK-38 12.7mm dan beberapa senjata bantuan lainnya. Sebagai Kasi-2 Batalion, Nanok mendapatkan callsign Wisanggeni.
Pada tahun 1978, ABRI bisa dikatakan sudah menguasai seluruh wilayah Timtim. Namun karena para pejuang Fretilin meninggalkan kubunya dan lari ke hutan dan gunung, operasi yang dilaksanakan ABRI lebih banyak tertumpu kepada operasi pengejaran dan anti-gerilya. Untuk itulah, ABRI membutuhkan dukungan pasukan yang sangat banyak, dan menjadi tanggungjawab Kopasgat lah untuk bisa mengamankan Lanud Baucau dari sevarang ancaman keselamatan penerbangan.
Pengamanan dilakukan 24 jam tanpa henti.Patroli terus digelar dari waktu ke waktu untuk menyisir wilayah-wilayah disekitar Lanud. Jangan sampai kelengahan personel potensi ancaman berkembang menjadi nyata. Kondisi seperti ini sangat menegangkan dan selalu menghadirkan rasa khawatir. Musuh bisa datang dari arah mana saja tidak terduga, sementara karena dalam posisi bertahan, musuh mungkin saja bisa "membaca" gerakan pasukan Kopasgat. Kondisinya sangat berbeda dalam kontak senjata secara frontal dimana posisi musuh bisa diketahui.
PEREBUTAN MATABEAN DITEGUR OLEH WIRANTO
Salah satu operasi terberat yang digelar ABRI selama di Timtim adalah ketika operasi di wilayah sekitar Baucau pada akhir 1978 yaitu perebutan Gunung Matabian Mane yang memiliki elevasi 1.849 meter dari permukaan laut. Matebian adalah gugus pegunungan yang berdiri kokoh diselatan Buacau. Matebian memiliki dua puncak yaitu Matebian Mane dan Matebian Feto. Untuk merebut pegunungan ini yang berkarakter lembah-lembah terjal dan masih perawan, RTP-18 pimpinan Kolonel Inf. Sembiring Meilala yanga kala itu membawahi 13 batalion, mengirimkan seluruh kekuatannya.
Sadar medan yang akan dihadapi sangat berat, markas RTP-18 menyiapkan rencana operasi dengan seksama. Sebelu operasi pengepungan atas kedudukan Fretilin di Matabian dilaksanakan dengan menjadi titik balik bagi ABRI, kondisi pauskan terkonsentrasi di sektor barat. Pada paruh pertama 1978, pasukan tersebar dengan jumlah yang sama kuatnya baik disektor barat dan pusat : sementara pengerahan pasukan ditimur jauh lebih rendah. Pada oertengahan 1978, perimbangan kekuatan akhirnya bergeser ke timur, dan 13 batalion tempur ditugaskan di timur dibawah komando RTP 18.
Pengerahan ini dilanjutkan untuk melanjutkan proses pengepungan dan memuncak pada penyerangan terhadap Gn. Matabian. Operasi ini termasuk rumit karena melibatkan unsur tempur gabungan dari Batalion Kostrad, Batalion Infanteri Teritorial, Batalion Bantuan Tempur, Marinir, dan Kopasgat. Meski Matabian berhasil direbut pada akhir November 1978, kerugian yang diderita pasukan ABRI cukup banyak, baik personil, moral, maupun materil. TAMAT
Tentang Marsekal Pertama TNI (Purn.) Nanok Suratno
Marsekal Pertama TNI (Purn.) Nanok Suratno (lahir di Ngawi, 26 November 1946; umur 67 tahun) merupakan Perwira Tinggi Korps Paskhas, Marsma TNI (Purn) Nanok Suratno menjabat Komandan Paskhas ke-19 sejak tahun 1998 hingga 2001. adalah alumni AAU-69 dan diwisuda pada Desember 1969 oleh Presiden Suharto. Nanok meniti karier di TNI AU sebagai perwira Kopasgat sejak tahun 1970, dengan mengalami dua kali penugasan tempur ke Timtim pada tahun 1975 dan 1978.[1] Nanok dikenal luas sejak berjibaku dengan anak buahnya membesarkan terjun bebas (Free Fall) Kopasgat sejak tahun 1980.[2] Nanok menikah dengan Kapten (K) Wirtaluki (Kowad) dan dikaruniai satu putra, Nafri Soeratno dan dua putri Wirna Soeratno dan Utami Dewi Soeratno.
Tentang Marsekal Pertama TNI (Purn.) Nanok Suratno
Marsekal Pertama TNI (Purn.) Nanok Suratno (lahir di Ngawi, 26 November 1946; umur 67 tahun) merupakan Perwira Tinggi Korps Paskhas, Marsma TNI (Purn) Nanok Suratno menjabat Komandan Paskhas ke-19 sejak tahun 1998 hingga 2001. adalah alumni AAU-69 dan diwisuda pada Desember 1969 oleh Presiden Suharto. Nanok meniti karier di TNI AU sebagai perwira Kopasgat sejak tahun 1970, dengan mengalami dua kali penugasan tempur ke Timtim pada tahun 1975 dan 1978.[1] Nanok dikenal luas sejak berjibaku dengan anak buahnya membesarkan terjun bebas (Free Fall) Kopasgat sejak tahun 1980.[2] Nanok menikah dengan Kapten (K) Wirtaluki (Kowad) dan dikaruniai satu putra, Nafri Soeratno dan dua putri Wirna Soeratno dan Utami Dewi Soeratno.
Referensi :
- Benny Andrian / agan Gramedkaskus
- http://www.kaskus.co.id/show_post/543c8a27de2cf233328b4567/1763/-
- http://id.wikipedia.org/wiki/Nanok_Suratno
- http://id.wikipedia.org/wiki/Nanok_Suratno
Demikianlah Kisah Sejati Pasukan Paskhas TNI AU - Nanoek Soeratno (Bagian 7 - Habis) Mudah - mudah bermanfaat buat sahabat sekalian.
Jika Anda menyukai Artikel di Website ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Inspirasi Tanpa Henti
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan Berkomentar Yang Bijak dan Bermanfaat