20 October 2014

Kisah Sejati Pasukan Paskhas TNI AU - Nanoek Soeratno (Bagian 1)

7:54 PM

KROCO KAMPRET
Karena jarak Ngawi dan Jogja tidak terlalu jauh, siang itu 15 Februari 1966, Nanok sudah berada di Wisma Adi Sucipto Yogyakarta. Satu demi satu para calon taruna berdatangan dan langsung mengambil absen dibagian personalia. Sampai akhirnya pada keesokan harinya, 16 Februari, sudah berkumpul 270 pemuda dari seluruh tanah air. Tak lama kemudian mereka diangkut menggunakan truk menuju Asrama AAU yang megah.

Setibanya di komplek AAU para calon Karbol tidak langsung masuk asrama. Mereka diapelkan terlebih dahulu di sebelah timur dinning hall untuk menerima penjelasan tentang aturan asrama dan pembagian perlengkapan. Kesemua pemuda lugu ini berdiri antri untuk mengambil perlengkapan dan kemudian dicukur plontos. Setelah pakaian dibagikan mereka diantar ke flat masing-masing. Banyak kejadian menggelikan terjadi diantara calon Karbol. Ada yang pakaiannya kedodoran karena ukuran yang kebesaran, atau ukuran sepatu yang kebesaran, ataupun kekecilan. Dari penampilan mereka bisa ditebak bahwa para pemuda ini dating dari berbagai kalangan. Mereka bergaya dan berdandan sesuai dengan sifat dan adat daerah masing-masing. Jelasnya mereka mengelompok dengan bangganya, bergaya seolah-olah sudah menjadi Karbol. Umumnya memilih untuk berkelompok berdasarkan latar belakang daerah masing-masing.


Disela-sela mengantri itu, para senior mulai berdatangan menghampiri dengan senyuman manis. Wajah mereka sangat ramah dan bersahabat. Umunya mendatangi calon Karbol yang berasal dari daerahnya, ngobrol santai layaknya sahabat lama yang baru ketemu. Setelah selesai pemberian perlengkapan, mereka diapelkan kembali untuk selanjutnya ditempatkan di flat 5 dan 6. Saat makan malam di dinning hall, mereka semua sudah menggunakan pakaian seragam. Pertama kali makan bersama senior ditempat yang sangat megah, terasa nikmat sekali walau Cuma berlaukkan tempe rebus. Sehabis makan malam, karena kecapekan semua calon Karbol tertidur pulas. Mungkin saja sudah ada yang bermimpi menjadi Karbol dan pesiar di Malioboro. Begitu mudahnya hari pertama dilalui, terasa tidak ada ada yang tidak menyenangkan, tunggu saja, itu baru permulaan. Ujian buat calon Karbol akan datang sebentar lagi……eng..ing…eng…


PANGGIL KAMI KARBOL

Ditengah malam yang sunyi itu, tiba-tiba lampu padam, kemudian terdengar suara ledakan memekakan telinga disusul suara tembakan gencar.
“Bomm..!”
“Blaaaarr..!”
“Dretttetettt..!”
“Dung..dung..dung..!”
“Bangun..bangunn!”
“Keluarrr…cepat keluarrrr..!”
“ Kambing..monyet..babi…bangunnnn..!”

Suara gaduh itu ditimpali dengan ledakan dan tembakan membuat semua para calon Karbol panik dan tertanya-tanya, ada apa ini? Boro-boro bisa keluar dengan cepat, dalam kegelapan tanpa bias menyalakan lampu itu, mencari pakaian dan sepatu saja susahnya minta ampun. Begitu keluar dari pintu, bukannya mendapat bantuan, malah langsung digebukin senior..
“Bak..bik..buk..!!”
Kemudian disuruh lari ke lapangan upacara. Dalam kepanikan itu, banyak calon Karbol yang lari menggunakan pakaian seadanya, bahkan ada yang sambil membawa bantal dan tas jinjing. Mereka-mereka ini langsung digebukin, dimaki sejadi-jadinya kemudian disuruh berganti pakaian.

Jika sebelumnya saat makan bersama para senior terlihat begitu bersahabat, tidak demikian sekarang. Sejak saat itu tidak ada lagi wajah senior yang manis, ramah dan bersahabat. Semuanya berubah menjadi angker dan sangat menakutkan untuk dipandang. Ternyata malam itu adalah malam pembukaan tradisi Saniri yang sangat melelahkan. Saniri berlangsung selama 7 hari dan ke 270 calon Karbol diberi nama besar “Kroco Kampret”, sedangkan nama suci perorangan seperti cacing hitam, capung, miss toji dan sebagainya diberikan senior ketika apel pagi keesokan harinya.

Karbol adalah nama khusus yang diberikan kepada Taruna AAU. Pemberian nama Karbol dikukuhkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Akademi Angkatan Udara No.145/KPTS/AAU/1965 tertanggal 3 Agustus 1965 guna menggantikan panggilan Kadet yang digunakan sebelumnya. Dari mana istilah Karbol ini berasal?

Dalam sejarah TNI-AU, lahir sejumlah nama besar yang kemudian diantaranya dikenal sebagai Pahlawan Nasional, diantaranya Marsda Prof. Dr. Abdulrahman Salleh. Tokoh yang satu ini bisa dikatakan paling unik diantara nama-nama besar lainnya seperti Marsekal Suryadharma, Marsda Iswahjudi, Marsda Adi Sucipto dan lain-lain. Dia tidak hanya dikenal sebagai penerbang generasi pertama TNI-AU, tapi juga teknisi radio sekaligus tokoh RRI, Guru Besar dalam Ilmu Kesehatan, Bapak Fisiologi Kedokteran Indonesia, bintang lapangan dalam olahraga, serta pemimpin yang pandai dan berwibawa. Karena itu beliau disebut manusia serba bisa.

Abdulrahman Salleh lahir di Jakarta pada 1 Juli 1909 dan wafat di Maguwo Yogyakarta pada 29 Juli 1947 pada usia 38 tahun. Karena jasanya mengembangkan Ilmu Faal di Indonesia, Universitas Indonesia menetapkan Abdulrahman Salleh sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia pada 5 Desember 1958. Patung dada Abdulrahman Salleh pernah menghiasi halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba, sebelum akhirnya lenyap dari tempatnya.

Dilingkungan pergaulan Abdulrahman Salleh biasa dipanggil Karbol. Nama Karbol berasal dari kelatahan lidah orang Indonesia dalam mengeja panggilan beliau dari bahasa Belanda, krubello yang berarti berambut keriting. Nama itu pertama kali diketahui diucapkan oleh teman-temannya saat beliau sekolah di Genekundisge Hooge School (GHS), semacam sekolah tinggi dalam bidang kesehatan/kedokteran yang kemudian menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)

Sampai akhirnya dikukuhkan oleh Gubernur AAU, nama Karbol muncul sebagai nominasi nama taruna menggantikan sebutan Kadet yang berasal dari usulan Letkol Pnb. Saleh Basarah. Saleh Basarah (KSAU periode 1973-1977) terilhami saat melaksanakan perjalanan dinas pendidikan ke beberapa negara Eropah, Asia dan Amerika pada tahun 1963. Ketika berkunjung ke USAF di Washington selama sepekan, Saleh Basarah mendengar panggilan Mr. Dolly, The Dooles atau Doolly dikalangan Kadet USAF. Setelah ditanyakan, ternyata panggilan itu diadopsi dari nama seorang penerbang militer AS yang begitu hebat, yaitu Harold "Jimmy" Doollitle. Lalu ia pikir, kenapa tidak diaplikasikan di TNI-AU dengan mencarikan nama khusus sebagai panggilan taruna? Beliaupun kemudian mengusulkan agar nama Karbol dijadikan nama panggilan untuk Taruna AAU. Dilingkungan kemiliteran, pemberian nama panggilan dinilai penting untuk membangun motivasi dan kebersamaan sehingga pada gilirannya melahirkan esprit de corps.

Usulan itupun kemudian diterima tanpa melalui surat keputusan apapun. Akhirnya tahun 1963 panggilan Karbol langsung disosialisasikan dikalangan Kadet AU melalui Senat Taruna dalam sebuah apel pagi di Maguwo. Sejak tahun 1963 itu, sebutan Karbol telah melekat pada diri Taruna AAU.

Setelah sekian tahun panggilan Karbol digunakan degan hanya berdasarkan Kpeutusan Gubernur AAU, maka pada tahun 2000, penggunaan istilah Karbol mendapatkan dasar hukum yang lenih kuat, melalui Surat Keputusan KASAU Nomor: Skep 179/VII/2000 tanggal 18 Juli 2000. KASAU waktu itu dijabat oleh Marsekal Hanafie Asnan yang memandang perlu adanya aturan tentang penggunaan sebutan Karbol bagi Taruna AAU.


SANIRI YANG MELELAHKAN
Namanya unik, seperti nama orang Betawi, layaknya Sarmili, Sanip, atau Sadelih. Setelah ditelusuri, ternyata tidak ada hubungannya dengan Betawi, namun juga tidak ada yang bisa memberikan penjelasan detail asal mula penggunaan kata Saniri untuk menyebut masa orientasi calon Karbol AAU.

"Saniri itu sudah ada sejak kami masuk AAU, dari mananya ya saya tidah tahu, nama itu maish dipakai sampai sekarang," jelas Alm. Marsda (Purn) F. Djoko Poerwoko, yunior Nanok di AAU dari Angkatan 73.

Tradisi Saniri dilaksanakan selama 1 minggu penuh. Selama masa ini, para calon Karbol digojlok habis-habisan oleh para seniornya dalam berbagai aktifitas fisik yang sangat menguras tenaga dan mental. Tak heran ada saja yang mengundurkan diri atau dalam beberapa kasus melarikan diri. Karena kebanyakan calon Karbol ini tidak mempunyai pengetahuan tentang dunia kemiliteran, umunya shock ketika menerima perlakuan kasar oleh seniornya. Suasana nya jelas tidak seimbang dibandingkan sekarang, dimana seiring dengan keterbukaan dan era informasi, kurikulum pendidikan di Akademi TNI sudah bisa dipelajari calon Taruna saat hendak mendaftar. Sehingga mereka bisa menyiapkan diri baik secara mental maupun fisik.

Selama 1 minggu para calon Karbol benar-benar direndahkan martabatnya oleh para seniornya. Hardikan, cacian, tempeleng, pukulan, jadi makan sehari-hari. Tidak mandi, tidak ganti pakaian, tidur sekenanya, makan pun sekenanya hanya ditemani tempe rebus tapi porsi nasinya banyak. Kondisi ala Spartan ini rupanya tidak bisa diterima oleh semua calon Karbol. Ada yang mencoba melawan, namun akhirnya mengurungkan niatnya setelah diingatkan oleh senior sedaerahnya bahwa ini adalah dalam rangka pembentukan kepribadian dalam pendidikan.

Dalam masa Saniri, setiap masuk ke dinning hall untuk makan harus dilakukan sambil jongkok, duduk dibawah meja sampai ada perintah senior untuk duduk di kursi, tidak boleh pakai bahasa daerah, tidak boleh menggunakan telepon, tidak diizinkan berkirim surat, dan banyak lagi larangannya. Sebagian yang beruntung, diajak naik pesawat terbang sebagai bagian dari program menumbuhkan air mindedness. Pokoknya selama masa Saniri calon Karbol dijauhkan dari dunia luar, situasi yang sengaja diciptakan agar mereka bisa konsentrasi melaksanakan kegiatan. Calon Karbol juga diberi tugas mencari tandatangan senior dan Perwira apabila diadakan kunjungan ke satuan-satuan.

Tradisi Saniri diakhiri dengan kegiatan semacam jurit malam. Setiap calon Karbol disuruh lepas baju, melihat cacing tanah dipiring, setelah itu matanya ditutup dan kemudian berjlana seperti kambing, merangkak. Kemudian senior meneteskan lilin cair keatas punggung calon Karbol sehingga bias dibayangkan panasnya. Setelah merangkak 10 meteran masih dengan mata tertutup, mereka diperintahkan berdiri lalu memakan mie instant yang diaku senior sebagai cacing tadi yang dilihat. Setelah acara malam itu selesai, maka berakhirlah masa Saniri yang melelahkan. Semua calon Karbol diperintahkan membersihkan diri.

Saniri memang berat dan melelahkan sehingga membuat beberapa calon Karbol jatuh sakit atau tidak tahan menghadapinya sehingga harus keluar. Seperti Calon Karbol Priadi Sumantri yang jatuh sakit dan Yunus Siahaan yang melarikan diri karena tidak tahan secara mental. Priadi pun pada akhirnya mengundurkan diri karena cedera di pinggul, belakangan dia menjadi taruna AAL dan terdaftar sebagai Angkatan 71.

Dengan Saniri, diharapkan calon Karbol merasa senasib dan sependeritaan, kenal lingkungan dan mempunyai motivasi tinggi. Masa Saniri berakhir pada 24 Februari 1966 yang kemudian dilanjutkan dengan masa Latihan Dasar Kemiliteran (LDK) setelah diberi istirahat selama 2 hari. Bersambung...


Demikianlah Kisah Sejati Pasukan Paskhas TNI AU - Nanoek Soeratno (Bagian 1) Mudah - mudah bermanfaat buat sahabat sekalian.

Jika Anda menyukai Artikel di Website ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Inspirasi Tanpa Henti

Di Tulis Oleh : Admin

Anda Baru saja membaca artikel Kisah Sejati Pasukan Paskhas TNI AU - Nanoek Soeratno (Bagian 1) ,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Kisah Sejati Pasukan Paskhas TNI AU - Nanoek Soeratno (Bagian 1) ini bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Kisah Sejati Pasukan Paskhas TNI AU - Nanoek Soeratno (Bagian 1) sumbernya. Terima kasih.

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan Berkomentar Yang Bijak dan Bermanfaat

 

© 2013 Inspirasi Tanpa Henti. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top