Maunya Ngegaya Malah Cilaka
Anggota TRIP masihlah muda-muda. Maklumlah, dalam kehidupan normal, mereka semua adalah pelajar. Situasilah yang membuat mereka meninggalkan bangku sekolah untuk memenuhi panggilan ibu pertiwi, menjadi pagar pelindung kemerdekaan bangsa.
Bagi anggota TRIP, perang melawan Inggris bukanlah sesuatu yang menakutkan, malah sesuatu yang menyenangkan dan tentu saja membanggakan. Ditengah hujan mortir, bom, atau guyuran pelor pasukan Inggris, terkadang mereka masih sempat berkelakar khas Surabaya. Pasukan Gurkha yang jadi andalan pasukan Mallaby pun, seringkali malah jadi bahan becanda diantara mereka. Dalam bahasa remaja sekarang, perang ? Enjoy aja !
Terkadang pula disebagian anggota TRIP muncul sifat sok gaya sebagaimana layaknya para remaja. Sifat ini terkadang membawa celaka seperti yang menimpa salah seorang anggota. Entah dia mau sekedar gaya, atau benar-benar tidak tahu bahaya main-main dengan alat perang. Saat menembakkan mortir, dengan konyol dia meletakkan landasan mortir kecil di pahanya. Mungkin karena dianggapnya bobot mortir tidak terlalu berat baginya.
Anggota TRIP masihlah muda-muda. Maklumlah, dalam kehidupan normal, mereka semua adalah pelajar. Situasilah yang membuat mereka meninggalkan bangku sekolah untuk memenuhi panggilan ibu pertiwi, menjadi pagar pelindung kemerdekaan bangsa.
Bagi anggota TRIP, perang melawan Inggris bukanlah sesuatu yang menakutkan, malah sesuatu yang menyenangkan dan tentu saja membanggakan. Ditengah hujan mortir, bom, atau guyuran pelor pasukan Inggris, terkadang mereka masih sempat berkelakar khas Surabaya. Pasukan Gurkha yang jadi andalan pasukan Mallaby pun, seringkali malah jadi bahan becanda diantara mereka. Dalam bahasa remaja sekarang, perang ? Enjoy aja !
Terkadang pula disebagian anggota TRIP muncul sifat sok gaya sebagaimana layaknya para remaja. Sifat ini terkadang membawa celaka seperti yang menimpa salah seorang anggota. Entah dia mau sekedar gaya, atau benar-benar tidak tahu bahaya main-main dengan alat perang. Saat menembakkan mortir, dengan konyol dia meletakkan landasan mortir kecil di pahanya. Mungkin karena dianggapnya bobot mortir tidak terlalu berat baginya.
![]() |
Ilustrasi |
Namun dia tidak memperhitungkan daya hentak alat perang itu saat melontarkan peluru mortir. Akibatnya memang fatal. Hentakan landasan mortir saat menembakkan mortir menekan dengan keras paha anggota TRIP yang sok gaya itu sehingga terluka parah. Terpaksalah dia libur tidak ikut bertempur melawan Inggris karena lukanya itu
Bonek Yang Sesungguhnya
Supporter remaja Persebaya yang terkenal dengan sebutan bonek (bondo nekad = modal nekad), kehadirannya lebih sering bikin rusuh dan resah banyak orang. Oleh karena itu, kehadiran mereka seringkali menimbulkan antipati dari pelbagai pihak. Namun tidak demikian halnya dengan para bonek saat menjelang pertempuran 10 Nopember 1945. Kehadiran mereka justru memberikan andil bagi perjuangan menjaga kemerdekaan.
Saat itu diminggu terakhir Oktober, untuk meredakan pertikaian yang kian panas antara arek-arek Suroboyo dan pasukan Mallaby, diadakanlah pertemuan antara pimpinan militer Inggris di Surabaya dengan pimpinan arek-arek Suroboyo yang dengan itikad baik bersedia untuk berunding dengan pihak Inggris.
Namun bagi arek-arek Suroboyo, ada sedikit kekhawatiran. Tempat perundingan berada di daerah basis pertahanan Inggris. Bagaimana seandainya ada tentara Inggris yang menembak pimpinan arek-arek Suroboyo yang akan jadi juru runding? Sementara sudah disepakati juru runding Indonesia tidak boleh dikawal oleh pasukan bersenjata saat ke lokasi perundingan. Jika hal ini dibiarkan, para juru runding itu benar-benar akan menjadi lame duck, yang dengan mudah akan dihabisi jika ada diantara pasukan Inggris yang tidak disiplin.
Maka dicarinya akal. Ketemu cara yang unik, cerdik dan nekad betul. Segera disebar pemberitahuan untuk mencari ABG-ABG atau remaja yang bersedia menjadi sukarelawan untuk mengawal para juru runding, dari dan ke lokasi perundingan. Mereka akan menjadi semacam perisai hidup bagi para juru runding. Perhitungan arek-arek Suroboyo, tentara Inggris masa iya sih akan menembak remaja-remaja tidak bersenjata? Mereka pasti takut kalau diperkarakan sebagai penjahat perang.
Dalam suasana yang sangat panas antara pasukan Mallaby dan pejuang, resiko menjadi perisai hidup sangat besar. Namun ternyata tidak sulit untuk mendapatkannya belasan ABG untuk menjadi perisai hidup. Mereka semua dengan antusias bersedia menjadi perisai hidup bagi para pemimpinnya. Bagi mereka, keselamatan para pemimpin adalah lebih penting.
Maka ketika saatnya tiba, beberapa juru runding arek-arek Suroboyo menuju ke tempat perundingan dengan dikelilingi secara rapat oleh belasan ABG Surabaya. Jadilah delegasi tim perunding seperti rombongan aneh, yang mirip arak-arakan temu penganten. Entahlah, bagaimana perasaan pasukan Inggris melihat barisan ajaib itu.
Usai perundingan, rombongan remaja bondo nekad itu kembali mengiringi dan mengelilili dengan rapat tim perunding Indonesia. Saat kembali ke posisi arek-arek Suroboyo, para remaja belasan tahun itu dengan penuh semangat menyanyikan beberapa lagu perjuangan agar makin meriah.
Untung saja saat itu belum ada Undang-undang Perlindungan Anak, bisa-bisa yang punya ide mempergunakan perisai hidup bakal dituntut oleh Kak Seto !
Mempermainkan Pesawat Tempur Sekutu
Memasuki minggu ke-4 pertempuran Surabaya, arek-arek Suroboyo terpaksa terus bergeser keluar kota Surabaya, termasuk ke arah Selatan (Sidoarjo) karena terdesak oleh pasukan Sekutu. Maklumlah, senjata yang dipergunakan Sekutu sama sekali tidak seimbang.
Salah satu alutsista yang nyaris tidak bisa dilawan sama sekali adalah pesawat tempur. Tanpa meriam penangkis serangan udara yang memadai, garis pertahanan arek-arek Suroboyo dengan mudah dihajar. Terutama jika posisi pertahanan arek-arek Suroboyo berada di tempat terbuka seperti saat arek-arek Suroboyo mundur ke arah Sidoarjo.
Namun arek-arek Suroboyo yang tergabung dalam TRIP tidak kurang akal saat mendapat serangan tembakan senapan mesin pesawat tempur sekutu. Ada cara sederhana. Saat itu disepanjang jalan menuju Sidoarjo dan Porong, banyak pohon asam jawa di kanan kiri jalan. Umumnya pohon asam itu sudah tua dengan batang yang cukup besar. Nah pohon asam inilah yang dijadikan tempat berlindung saat pesawat tempur datang menyerang. Para pejuang TRIP tahu bahwa sudut tembakan tidaklah tegak lurus, sehingga mereka dapat mempergunakan batang asam yang diameternya lebih semeter untuk berlindung.
Jika pesawat tempur musuh datang dari arah Barat, maka anggota TRIP berlindung disisi timur batang pohon asam. Sebaliknya jika pesawat musuh datang dari arah Barat, maka arek-arek Suroboyo berlindung disisi sebelah Timur batang asam. Cara ini cukup manjur mengurangi korban.
Dasar anak-anak muda, bukannya takut mendapat serangan udara semacam ini, malah mereka senang karena bisa mempermainkan pesawat temput Sekutu. Meski tidak bisa balas menembak pesawat musuh, paling tidak bisa sedikit mempermainkan pilot musuh. Bersambung...
Bonek Yang Sesungguhnya
Supporter remaja Persebaya yang terkenal dengan sebutan bonek (bondo nekad = modal nekad), kehadirannya lebih sering bikin rusuh dan resah banyak orang. Oleh karena itu, kehadiran mereka seringkali menimbulkan antipati dari pelbagai pihak. Namun tidak demikian halnya dengan para bonek saat menjelang pertempuran 10 Nopember 1945. Kehadiran mereka justru memberikan andil bagi perjuangan menjaga kemerdekaan.
Saat itu diminggu terakhir Oktober, untuk meredakan pertikaian yang kian panas antara arek-arek Suroboyo dan pasukan Mallaby, diadakanlah pertemuan antara pimpinan militer Inggris di Surabaya dengan pimpinan arek-arek Suroboyo yang dengan itikad baik bersedia untuk berunding dengan pihak Inggris.
Namun bagi arek-arek Suroboyo, ada sedikit kekhawatiran. Tempat perundingan berada di daerah basis pertahanan Inggris. Bagaimana seandainya ada tentara Inggris yang menembak pimpinan arek-arek Suroboyo yang akan jadi juru runding? Sementara sudah disepakati juru runding Indonesia tidak boleh dikawal oleh pasukan bersenjata saat ke lokasi perundingan. Jika hal ini dibiarkan, para juru runding itu benar-benar akan menjadi lame duck, yang dengan mudah akan dihabisi jika ada diantara pasukan Inggris yang tidak disiplin.
Maka dicarinya akal. Ketemu cara yang unik, cerdik dan nekad betul. Segera disebar pemberitahuan untuk mencari ABG-ABG atau remaja yang bersedia menjadi sukarelawan untuk mengawal para juru runding, dari dan ke lokasi perundingan. Mereka akan menjadi semacam perisai hidup bagi para juru runding. Perhitungan arek-arek Suroboyo, tentara Inggris masa iya sih akan menembak remaja-remaja tidak bersenjata? Mereka pasti takut kalau diperkarakan sebagai penjahat perang.
Dalam suasana yang sangat panas antara pasukan Mallaby dan pejuang, resiko menjadi perisai hidup sangat besar. Namun ternyata tidak sulit untuk mendapatkannya belasan ABG untuk menjadi perisai hidup. Mereka semua dengan antusias bersedia menjadi perisai hidup bagi para pemimpinnya. Bagi mereka, keselamatan para pemimpin adalah lebih penting.
Maka ketika saatnya tiba, beberapa juru runding arek-arek Suroboyo menuju ke tempat perundingan dengan dikelilingi secara rapat oleh belasan ABG Surabaya. Jadilah delegasi tim perunding seperti rombongan aneh, yang mirip arak-arakan temu penganten. Entahlah, bagaimana perasaan pasukan Inggris melihat barisan ajaib itu.
Usai perundingan, rombongan remaja bondo nekad itu kembali mengiringi dan mengelilili dengan rapat tim perunding Indonesia. Saat kembali ke posisi arek-arek Suroboyo, para remaja belasan tahun itu dengan penuh semangat menyanyikan beberapa lagu perjuangan agar makin meriah.
Untung saja saat itu belum ada Undang-undang Perlindungan Anak, bisa-bisa yang punya ide mempergunakan perisai hidup bakal dituntut oleh Kak Seto !
Mempermainkan Pesawat Tempur Sekutu
Memasuki minggu ke-4 pertempuran Surabaya, arek-arek Suroboyo terpaksa terus bergeser keluar kota Surabaya, termasuk ke arah Selatan (Sidoarjo) karena terdesak oleh pasukan Sekutu. Maklumlah, senjata yang dipergunakan Sekutu sama sekali tidak seimbang.
Salah satu alutsista yang nyaris tidak bisa dilawan sama sekali adalah pesawat tempur. Tanpa meriam penangkis serangan udara yang memadai, garis pertahanan arek-arek Suroboyo dengan mudah dihajar. Terutama jika posisi pertahanan arek-arek Suroboyo berada di tempat terbuka seperti saat arek-arek Suroboyo mundur ke arah Sidoarjo.
Namun arek-arek Suroboyo yang tergabung dalam TRIP tidak kurang akal saat mendapat serangan tembakan senapan mesin pesawat tempur sekutu. Ada cara sederhana. Saat itu disepanjang jalan menuju Sidoarjo dan Porong, banyak pohon asam jawa di kanan kiri jalan. Umumnya pohon asam itu sudah tua dengan batang yang cukup besar. Nah pohon asam inilah yang dijadikan tempat berlindung saat pesawat tempur datang menyerang. Para pejuang TRIP tahu bahwa sudut tembakan tidaklah tegak lurus, sehingga mereka dapat mempergunakan batang asam yang diameternya lebih semeter untuk berlindung.
Jika pesawat tempur musuh datang dari arah Barat, maka anggota TRIP berlindung disisi timur batang pohon asam. Sebaliknya jika pesawat musuh datang dari arah Barat, maka arek-arek Suroboyo berlindung disisi sebelah Timur batang asam. Cara ini cukup manjur mengurangi korban.
Dasar anak-anak muda, bukannya takut mendapat serangan udara semacam ini, malah mereka senang karena bisa mempermainkan pesawat temput Sekutu. Meski tidak bisa balas menembak pesawat musuh, paling tidak bisa sedikit mempermainkan pilot musuh. Bersambung...
Demikianlah Cerita Menarik di Balik Pertempuran 10 November Surabaya - (Bagian 3) Mudah - mudah bermanfaat buat sahabat sekalian.
Jika Anda menyukai Artikel di Website ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Inspirasi Tanpa Henti
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan Berkomentar Yang Bijak dan Bermanfaat