20 October 2014

Cerita Menarik di Balik Pertempuran 10 November Surabaya - (Bagian 4)

7:25 PM

Orang Madura di Kontrak Belanda Untuk Dipalak Oleh Para Pejuang
Setelah terdesak dari Surabaya, di front Selatan, Kali Porong sempat menjadi garis demarkasi antara pasukan arek-arek Suroboyo dengan pasukan Belanda (saat itu Inggris menyerahkan kendali kepada Belanda karena Inggris tidak mau lagi terlibat dalam pertempuran menyakitkan yang tidak ada gunanya bagi Inggris).

Arek-arek Suroboyo bertahan di sisi Selatan tanggul Kali Porong sementara pasukan Belanda ada disisi Utara tanggul Kali Porong. Di antara pasukan Belanda itu, terdapat beberapa elemen pasukan yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia termasuk dari Madura.

Mungkin karena kedekatan budaya, suku, dan agama antara arek-arek Suroboyo dengan pasukan Belanda dari suku Madura, terdapat hubungan yang unik antara arek-arek Suroboyo dengan prajurit Belanda dari suku Madura.

Ilustrasi
 Pasukan Madura nampak merasa serba salah menghadapi arek-arek Suroboyo, yang diantaranya banyak juga dari keturunan Madura. Jika mereka nampak berjaga di seberang Kali Porong, arek-arek Suroboyo segera mengejek mereka sebagai pengkhianat plus bonus makian dengan menyebut segala macam nama-nama koleksi kebun binatang dan benda-benda yang biasa dibuang di WC. Kalau makian khas Surabaya, sudah jadi menu harian yang terpaksa harus ditelan oleh prajurit Madura. 

Pokoknya, segala sumpah serapah dan caci maki dengan rajin dihadiahkan kepada pasukan yang dikontrak Belanda itu. Lebar Kali Porong tidaklah begitu lebar, paling 50 – 75 meter sehingga teriakan dari seberang kali masih dapat didengar dengan jelas dari seberang lainnya. Mendapat caci-maki seperti itu umumnya prajurit Madura tidak membalas. Mereka diam saja.

Yang lebih menakjubkan, dikala air Kali Porong surut, tak jarang sebagian arek Suroboyo menyeberang Kali Porong ke arah sektor yang dijaga prajurit Madura tanpa merasa khawatir ditembaki oleh prajurit Madura. Arek-arek Suroboyo menyeberang kali biasanya untuk minta....roti, makanan, bahkan peluru kepada prajurit Madura, yang anehnya juga pasrah saja di “palak” arek-arek Suroboyo. Tidak ada insiden yang serius antara para pejuang dengan prajurit Madura.

Luar biasalah arek-arek Suroboyo itu, sudah memaki habis-habisan, masih pula minta makanan dan peluru ! Tak kalah luar biasa pula kesabaran prajurit Madura itu, sudah diejek dan dimaki-maki, makanan dan peluru mereka pun sebagian diberikan kepada arek-arek Suroboyo !

Sungguh, hubungan yang aneh, yang mungkin membuat pening kepala opsir-opsir Belanda...!


Tidurlah....Besok Inggris Tidak Akan Memberikan Kesempatan Untuk Tidur
Mengetahui bahwa rakyat Indonesia di Surabaya mendapat ultimatum dari pasukan Inggris, pemerintah pusat nampaknya juga bingung mau bersikap bagaimana. Tidak mungkin bagi Bung Karno untuk meminta rakyat Surabaya menyerah dan mematuhi ultimatum Inggris. Sementara itu, pemerintah pusat juga tahu betapa tidak seimbang kekuatan senjata dan pengalaman tempur tentara reguler Inggris dengan arek-arek Suroboyo yang sebagian besar adalah warga kampung biasa. Akhirnya, setelah buntu semua jalan untuk mencegah Surabaya diserang habis-habisan oleh Inggris, pemerintah pusat menyerahkan pada para pemimpin di Jawa Timur untuk mengambil keputusan.

Maka Gubernur Surjo mengambil kepemimpinan dengan berbicara di radio:“.....Untuk mempertahankan kedaulatan negara kita, maka kita harus menegakkan dan meneguhkan tekad yang satu, yaitu berani mengahadapi segala kemungkinan. Berulang-ulang telah kita kemukakan bahwa sikap kita ialah: lebih baik hancur dari pada dijajah kembali. Juga sekarang dalam menghadapi ultimatum pihak Inggris kita akan memegang teguh sikap ini. Kita tetap menolak ultimatum itu…..Bismillahhirrohmanirrohim.....Selamat Berjuang !”

Pidato Gubernur Surjo yang memang sudah ditunggu-tunggu oleh rakyat Surabaya dan Jawa Timur itu merupakan perintah jelas dan penegasan bagi arek-arek Suroboyo untuk mempertahankan kemerdekaan dan kehormatan bangsa, at any cost !

Menyusul pidato Gubernur Surjo itu, kota Surabaya seperti hendak menyambut pesta besar. Gema takbir terdengar dimana-mana berselang-seling dengan pekik kemerdekaan: dijalan-jalan, di mushola, di masjid, di warung-warung, dikampung-kampung, dipinggir Kali Mas, dan dimana saja tiap kali sesama elemen pejuang dan rakyat Surabaya bertemu. Semuanya merupakan tanda kesiapan lahir dan batin, kesatuan tekad, dan keiklasan yang dalam untuk menghadapi perang besar, yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh rakyat Surabaya.

Semenjak pidato Gubernur Surjo itu, kota Surabaya kian hiruk pikuk oleh persiapan terakhir oleh arek-arek Suroboyo. Koordinasi dan komunikasi diantara elemen perjuangan ditingkatkan. Barikade-barikade untuk menghambat gerakan tank-tank Inggris diperkuat. Posisi-posisi strategis diperkuat. Pasukan-pasukan disebar di seluruh lini pertahanan. Bedil, mortir, panser (yang cuma beberapa biji), dan meriam (yang cuma beberapa pucuk) di periksa. Demikian juga dengan pedang, clurit, golok, keris juga diperiksa atau diasah lagi untuk memastikan bahwa senjata-senjata tajam itu cukup tajam saat disabetkan ke tubuh pasukan Inggris. Anak-anak, orang tua, dan warga perempuan diungsikan keluar dari kota untuk mengurangi korban sipil.

Bagi sebagian besar anggota TRIP, saat-saat usai pidato Gubernur Surjo adalah saat-saat yang sungguh mendebarkan. Banyak diantara mereka yang tidak bisa tidur untuk menghadapi pertempuran besar esok hari. Para remaja pejuang itu, yang masih bujangan, seperti hendak mau jadi pengantin saja. Berdebar tak sabar untuk segera bertemu sang mempelai. Guyonan seperti .”Koyok arep nikah ae rek ! Gak iso turu. Pingin ndang ketemu calon bojo” (Seperti hendak menikah aja Rek ! Tidak bisa tidur ingin cepat bertemu dengan calon istri) terdengar diantara mereka. Calon penganten yang dimaksud anggota TRIP itu tentu saja bukanlah perempuan gemulai nan cantik. Namun pasukan Inggris yang sangar dengan mesin perangnya yang mengerikan.

Bapak kos saya yang saat itu adalah salah seorang pimpinan TRIP mencoba mengingatkan teman-temannya untuk tidur agar bisa istirahat.”Rek ! Turuo koen iku. Simpen tenogomu kanggo sesok. Inggris sesok gak bakalan ngekek’i kesempatan kanggo koen enak-enakan turu !” (Rek ! Tidurlah kalian. Simpan tenaga kalian buat besok. Inggris besok tidak bakalan memberi kesempatan kalian enak-enakan tidur).

Esok harinya, yang ditemukan oleh pasukan Inggris bukanlah barisan rakyat
Surabaya yang datang dengan bendera putih di tangan untuk takluk kepada Inggris dengan tanpa perlawanan, namun ribuan pejuang bersenjata yang sudah siap di seluruh kota dengan segala macam persenjataan yang dimiliki. Inggris benar-benar kecele !


Tentara Belanda
Gembeng[/i] (Cengeng)"]Setelah beberapa saat saling berhadap-hadapan di Kali Porong, arek-arek Suroboyo memutuskan untuk memperluas medan pertempuran dengan bergeser ke arah Selatan (arah ke Malang)
Suatu ketika di daerah Pandaan, sebuah unit kecil pasukan Belanda berhasil disergap dengan cantik. Selain menewaskan beberapa serdadu Belanda totok, seorang Belanda totok juga bisa ditangkap hidup-hidup.

Prajurit itu masihlah sangat muda. Lebih tua dikit dari anggota TRIP. Rupanya, serdadu Belanda itu gentar juga dikerubuti anggota TRIP yang nampak sangar, karena jarang mandi dan jarang ganti baju.

Seragam tempur serdadu Belanda, lengkap dengan sepatu botnya, ternyata membuat ngiler sebagian anggota TRIP. Karena seragam TRIP tidak sebanding dibanding dengan seragam serdadu Belanda. Maka dengan motivasi pingin memiliki seragam dan sepatu bot serdadu Belanda, dan memberi pelajaran kepada Belanda totok yang dengan lancang telah berani menginjakkan kakinya di Indonesia, maka serdadu itu dipaksa untuk mencopot seragam berikut sepatu botnya. Hanya celana kolor yang masih boleh dipakai.

Mendapat perlakuan seperti itu serdadu Belanda itu pun….menangis ketakutan. Kini giliran anggota TRIP yang kaget dan keheranan. Tentara bule kok gembeng (cengeng). Berani pula hendak menjarah kemerdekaan bangsa lain. Mungkin karena jengkel melihat tentara itu menangis, salah seorang anggota TRIP menjitak kepala tentara cengeng itu sembari mengatakan. ‘Nek gembeng yo ojok melu perang !!” (kalau cengeng ya jangan ikut perang !!”

Belakangan serdadu Belanda totok itu ditukar dengan tawaan pejuang Indonesia yang ditawan Belanda, karena sangat merepotkan menawan Belanda totok. Selain dia mengurangi persediaan pangan pasukan yang susah payah disumbangkan oleh penduduk juga...dia gak bisa makan menu para pejuang : nasi tiwul dan singkong rebus…!. Bersambung...


Demikianlah Cerita Menarik di Balik Pertempuran 10 November Surabaya - (Bagian 4) Mudah - mudah bermanfaat buat sahabat sekalian.

Jika Anda menyukai Artikel di Website ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Inspirasi Tanpa Henti

Di Tulis Oleh : Admin

Anda Baru saja membaca artikel Cerita Menarik di Balik Pertempuran 10 November Surabaya - (Bagian 4) ,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Menarik di Balik Pertempuran 10 November Surabaya - (Bagian 4) ini bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Menarik di Balik Pertempuran 10 November Surabaya - (Bagian 4) sumbernya. Terima kasih.

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan Berkomentar Yang Bijak dan Bermanfaat

 

© 2013 Inspirasi Tanpa Henti. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top